powered by Google

Kisah teman entrepreneur

Saturday, February 26, 2011

Sent: Sunday, February 27, 2011 8:52 AM
Subject: Re: [EL-ITB] Re: Kisah teman entrepreneur

Dear Andjar,

Saya share lagi ini satu cerita;

Kawan saya, eksekutif yang baik sekali. Dia lulusan sekolah negeri di Bogor, pandai, integritasnya tinggi. Tahun 2002, dia di rekrut sebagai GM untuk sebuah usaha start-up milik konglomerat besar Indonesia dan Sojitz dan partner Jepang lainnya. Karena Perusahaannya MNC dia mau, dia fikir ini masa depannya baik.

Perusahaan yang dia pegang saat itu sangat kecil, keadaannya amburadul. Dari keadaan susah itu, dia perlahan-lahan bangun semua lini. Sales hanya Rp 30 M-an, sekarang salesnya Rp 700 M-an. Pabriknya awal hanya 2 line, sekarang 14 line operasional. Perusahaan itu membayar dia gaji lumayan besar dan dapat bonus-lah. Dia happy sampai suatu titik.

Saat IPO. perusahaan ini dari nilai paid-up capital Rp 10 M, sekarang menjadi Perusahaan Terbuka dengan Market Cap Rp 3 Trilliun. Sebuah return 300 kali lipat untuk shareholder.

Teman saya itu, dapat jatah sedikit saham yang dia harus beli anyway dan normal bonus. Dibandingkan pengorbanannya yang dia rasa dia telah berikan kepada Perusahaan itu, remunerasi yang dia terima dirasakan terlalu kecil. Banyak temannya kalau ketemu dia, selalu berkata; wah lu pasti sangat kaya ya karena stock optionnya diexercise? perusahaan yang lu bangun sekarang nilainya Rp 3 Triliun. Pasti ngantongin Rp 100-200 Miliaran dong ? Teman saya cuma bisa nyengir, senyum asam. Tapi lalu dia cerita dan berkeluh kesah kepada saya.

Sekarang dia sedih, menyesali, tetapi gaji dan bonus sudah kepalang lumayan, sehingga walaupun kecewa dia ngga berani bergerak, mencoba yang baru umur sudah tua, beban sudah berat, anak-anak sudah akan masuk Univ di USA, sebulannya seorang anak butuh US$ 6,000.-an, dua orang $ 12,000 sebulan loh. Dia mau keluar coba yang baru takut, dia stay disitu makan hati, kerja keras juga ngga akan bisa punya $ 12,000 sebulan. Jadi mesti gimana ya ?? Bingung, nyesal, tapi takut keluar. No body knows the answer.

Andjar, cerita ini kelihatannya umum terjadi. Kenapa terjadi pada perusahaan besar-besar, atau group konglomerat, alasannya sederhana : LOW RISK LOW RETURN.

Kita awalnya cari aman dan keren, kita fikir kita akan dapat berlindung dibalik kemapanan Perusahaan Besar atau MNC, sehingga kita dapat kesejahteraan yang baik dan profesional lagi. Kita lupa, bahwa Law of Finance di atas berlaku. Ya return dia rendah kalau cari aman di awalnya.

Perusahaan Besar tidak akan berbagi. Perusahaan entrepreneurial kecil akan berbagi kalau dia besar, berbagi kepada siapa ? Kepada mereka yang berani memberikan hidupnya dan mengambil risiko awal bersama. Teddy Rahmat, Palgunadi, Bambang Subianto, Djuhar Sutanto, Piet Yap, semua membuktikannya dihadapan mata kita.

salam.
angki hermawan



From: Andjar Firmansjah
To: angki hermawan
Sent: Sun, February 27, 2011 5:25:16 AM
Subject: Re: [EL-ITB] Re: Kisah teman entrepreneur

Angki,

Saya hanya tercamkan pada paragraf terakhir. Saling berbagi, bukan berarti nyawerkan. He he he

Pengalaman saya justru sangat menyedihkan, karena kondisi, banyak perusahaan besar karena berbagi mendapat previliges. Entah kenapa. Ini menyebabkan susahnya ukm muncul dan tumbuh dengan baik.

Dahulu pernah dikembangkan suatu produk, sayangnya kurang mendapat support hanya karena kunjungan pabriknya ternyata dalam negeri.

Saya sih tetap optimis, walaupun harus berjuangnya dengan lebih keras.

Salam,
_afs_





Powered by Telkomsel BlackBerry®


From: angki hermawan
Sender: EL-ITB@yahoogroups.com
Date: Sat, 26 Feb 2011 08:15:47 -0800 (PST)
To:
ReplyTo: EL-ITB@yahoogroups.com
Subject: Re: [EL-ITB] Re: Kisah teman entrepreneur

Dear Rulan,

Problem manusia Indonesia lah yang mengakibatkan kenapa tidak ada usaha kecil yang tumbuh melesat menjadi raksasa dalam waktu cepat tanpa kolusi dan korupsi di Indonesia. Cara pandang yang salah ini nanti akan terbukti mengakibatkan Indonesia tidak akan pernah menjadi negara maju. Saya takut saya benar.

Kalau kita lihat Craig Silverstein mau bergabung dengan Larry Paige dan Sergey Brin saat Google is small and almost nothing.

Kalau kita lihat Ron Wayne mau bergabung dengan Steve Jobs and Wozniac, saat Apple is small and almost nothing.

Bill Hewlett and Dave Packard mau bergabung membentuk HP, dengan modal US$ 538 (dulu), dan serius sekali membangun UKM ini dari small and almost nothing.

Cerita seperti ini typical cerita bangsa yang entrepreneurial, if you have ideas, orang Amerika, walaupun mereka lulusan MIT, Stanford, Harvard, mau bergabung dan mempertaruhkan dirinya, hidupnya, dan masa depannya. Hidup awal mereka adalah kemiskinan dan susah. Tetapi mereka berani menempuhnya.

Mereka tahu, kalau mereka maju di depan saat awal, kalau perusahaan besar maka mereka akan jadi besar juga. Walaupun mereka mungkin bukan founder shareholder, tapi akhirnya mereka pasti jadi shareholder juga.

Terbukti bahwa sikap entrepreneurial adalah sikap yang membangun kesejahteraan. Entrepreneurial bukan sikap egois sendiri-sendiri, sikap over-confidence, sikap sombong. tetapi sebaliknya adalah sikap bekerja sama, sikap humble, motivasi ingin maju, mau berkorban. Entrepreneurial bukan artinya saya ingin sendirian, tetapi sikap yang sadar kita harus bersama. Kita harus berbagi.

salam.
angki hermawan

0 comments:

Post a Comment

  © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP