powered by Google

Kedirgantaraan Indonesia Dalam Perspektif Sejarah

Thursday, June 17, 2010

Kedirgantaraan Indonesia Dalam Perspektif Sejarah
Oleh: Lili Irahali



PENDAHULUAN


Bung Karno dalam pidato di Hari Penerbangan Nasional 9 April 1962 mengatakan : "…, tanah air kita adalah tanah air kepulauan, tanah air yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang dipisahkan satu dari yang lain oleh samudra-samudra dan lautan-lautan. … tanah air kita ini adalah ditakdirkan oleh Allah SWT terletak antara dua benua dan dua samudra. Maka bangsa yang hidup di atas tanah air yang demikian itu hanyalah bisa menjadi satu bangsa yang kuat jikalau ia jaya bukan saja di lapangan komunikasi darat, tetapi juga di lapangan komunikasi laut dan di dalam abad 20 ini dan seterusnya di lapangan komunikasi udara."

Mencermati pernyataan Bung Karno, maka tidak berlebihan bahwa pendirian industri pesawat terbang telah diupayakan oleh bangsa ini, karena bangsa ini melihat bahwa pesawat terbang merupakan salah satu sarana perhubungan yang penting artinya bagi pembangunan ekonomi dan pertahanan nasional, khususnya, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan kondisi geografis yang sulit ditembus tanpa bantuan sarana perhubungan yang memadai. Dari antara lain kondisi tersebut di atas, muncul pemikiran bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan selayaknya memiliki industri bahari dan industri pesawat terbang/dirgantara. Maka dirintislah kelahiran suatu industri pesawat terbang di Indonesia.


UPAYA PEMBUATAN PESAWAT TERBANG DI INDONESIA


A. PRA KEMERDEKAAN
Sejak legenda pewayangan berkembang dalam bagian hidup kebudayaan dan masyarakat Indonesia serta munculnya figur Gatotkaca dalam kisah Bratayuda yang dikarang Mpu Sedah serta figur Hanoman dalam kisah Ramayana adalah personifikasi pemikiran manusia Indonesia untuk bisa terbang. Tampaknya keinginan ini terus terpupuk dalam jiwa dan batin manusia Indonesia sesuai dengan perkembangan jamannya.

Jaman Pemerintah kolonial Belanda tidak mempunyai program perancangan pesawat udara, namun telah melakukan serangkaian aktivitas yang berkaitan dengan pembuatan lisensi, serta evaluasi teknis dan keselamatan untuk pesawat yang dioperasikan di kawasan tropis, Indonesia. Pada tahun 1914, didirikan Bagian Uji Terbang di Surabaya dengan tugas meneliti prestasi terbang pesawat udara untuk daerah tropis. Pada tahun 1930 di Sukamiskin dibangun Bagian Pembuatan Pesawat Udara yang memproduksi pesawat-pesawat buatan Canada AVRO-AL, dengan modifikasi badan dibuat dari tripleks lokal. Pabrik ini kemudian dipindahkan ke Lapangan Udara Andir (kini Lanud Husein Sastranegara).

Pada periode itu di bengkel milik pribadi minat membuat pesawat terbang berkembang. Pada tahun 1937, delapan tahun sebelum kemerdekaan atas permintaan seorang pengusaha, serta hasil rancangan LW. Walraven dan MV. Patist putera-putera Indonesia yang dipelopori Tossin membuat pesawat terbang di salah satu bengkel di Jl. Pasirkaliki Bandung dengan nama PK.KKH. Pesawat ini sempat menggegerkan dunia penerbangan waktu itu karena kemampuannya terbang ke Belanda dan daratan Cina pergi pulang yang diterbang pilot berkebangsaan Perancis, A. Duval. Bahkan sebelum itu, sekitar tahun 1922, manusia Indonesia sudah terlibat memodifikasi sebuah pesawat yang dilakukan di sebuah rumah di daerah Cikapundung sekarang.

Pada tahun 1938 atas permintaan LW. Walraven dan MV. Patist - perancang PK.KKH - dibuat lagi pesawat lebih kecil di bengkel Jl. Kebon Kawung, Bandung.

Pesawat PK.KKH yang dibuat tahun 1937 di Bandung , di mana putera-putera Indonesia terlibat dalam proses pembuatannya.


B. PASCA KEMERDEKAAN dan PERANG KEMERDEKAAN
Segera setelah kemerdekaan, 1945, makin terbuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan impiannya membuat pesawat terbang sesuai dengan rencana dan keinginan sendiri. Kesadaran bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan yang luas akan selalu memerlukan perhubungan udara secara mutlak sudah mulai tumbuh sejak waktu itu, baik untuk kelancaran pemerintahan, pembangunan ekonomi dan pertahanan keamanan.

Pada masa perang kemerdekaan kegiatan kedirgantaraan yang utama adalah sebagai bagian untuk memenangkan perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, dalam bentuk memodifikasi pesawat yang ada untuk misi-misi tempur. Tokoh pada massa ini adalah Agustinus Adisutjipto, yang merancang dan menguji terbangkan dan menerbangkan dalam pertempuran yang sesungguhnya. Pesawat Cureng/Nishikoren peninggalan Jepang yang dimodifikasi menjadi versi serang darat. Penerbangan pertamanya di atas kota kecil Tasikmalaya pada Oktober 1945.

Pada tahun 1946, di Yogyakarta dibentuk Biro Rencana dan Konstruksi pada TRI-Udara. Dengan dipelopori Wiweko Soepono, Nurtanio Pringgoadisurjo, dan J. Sumarsono dibuka sebuah bengkel di bekas gudang kapuk di Magetan dekat Madiun. Dari bahan-bahan sederhana dibuat beberapa pesawat layang jenis Zogling, NWG-1 (Nurtanio Wiweko Glider). Pembuatan pesawat ini tidak terlepas dari tangan-tangan Tossin, Akhmad, dkk. Pesawat-pesawat yang dibuat enam buah ini dimanfaatkan untuk mengembangkan minat dirgantara serta dipergunakan untuk memperkenalkan dunia penerbangan kepada calon penerbang yang saat itu akan diberangkatkan ke India guna mengikuti pendidikan dan latihan.

Selain itu juga pada tahun 1948 berhasil dibuat pesawat terbang bermotor dengan mempergunakan mesin motor Harley Davidson diberi tanda WEL-X hasil rancangan Wiweko Soepono dan kemudian dikenal dengan register RI-X. Era ini ditandai dengan munculnya berbagai club aeromodeling, yang menghasilkan perintis teknologi dirgantara, yaitu Nurtanio Pringgoadisurjo.

Pesawat rancangan Wi-weko Soepono diberi tanda WEL-X yang dibuat pada tahun 1948, dengan menggunakan mesin Harley Davidson

Kemudian kegiatan ini terhenti karena pecahnya pemberontakan Madiun dan agresi Belanda.

Setelah Belanda meninggalkan Indonesia usaha di atas dilanjutkan kembali di Bandung di lapangan terbang Andir - kemudian dinamakan Husein Sastranegara. Tahun 1953 kegiatan ini diberi wadah dengan nama Seksi Percobaan. Beranggotakan 15 personil, Seksi Percobaan langsung di bawah pengawasan Komando Depot Perawatan Teknik Udara, Mayor Udara Nurtanio Pringgoadisurjo.

Berdasarkan rancangannya pada 1 Agustus 1954 berhasil diterbangkan prototip "Si Kumbang", sebuah pesawat serba logam bertempat duduk tunggal yang dibuat sesuai dengan kondisi negara pada waktu itu. Pesawat ini dibuat tiga buah.

Si Kumbang, sebuah pesawat serba logam bertempat duduk tunggal rancangan Nurtanio Pringgoadisuryo yang diterbangkan pada Agustus 1954.

Pada 24 April 1957, Seksi Percobaan ditingkatkan menjadi Sub Depot Penyelidikan, Percobaan & Pembuatan berdasar Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Udara No. 68.

Setahun kemudian, 1958 berhasil diterbangkan prototip pesawat latih dasar "Belalang 89" yang ketika diproduksi menjadi Belalang 90. Pesawat yang diproduksi sebanyak lima unit ini dipergunakan untuk mendidik calon penerbang di Akademi Angkatan Udara dan Pusat Penerbangan Angkatan Darat. Di tahun yang sama berhasil diterbangkan pesawat oleh raga "Kunang 25". Filosofinya untuk menanamkan semangat kedirgantaraan sehingga diharapkan dapat mendorong generasi baru yang berminat terhadap pembuatan pesawat terbang.


UPAYA PENDIRIAN INDUSTRI PESAWAT TERBANG
Sesuai dengan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dan untuk memungkinkan berkembang lebih pesat, dengan Keputusan Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara No. 488, 1 Agustus 1960 dibentuk Lembaga Persiapan Industri Penerbangan/LAPIP. Lembaga yang diresmikan pada 16 Desember 1961 ini bertugas menyiapkan pembangunan industri penerbangan yang mampu memberikan dukungan bagi penerbangan di Indonesia.

Mendukung tugas tersebut, pada tahun 1961 LAPIP mewakili pemerintah Indonesia dan CEKOP mewakili pemerintah Polandia mengadakan kontrak kerjasama untuk membangun pabrik pesawat terbang di Indonesia. Kontrak meliputi pembangunan pabrik , pelatihan karyawan serta produksi di bawah lisensi pesawat PZL-104 Wilga, lebih dikenal Gelatik. Pesawat yang diproduksi 44 unit ini kemudian digunakan untuk dukungan pertanian, angkut ringan dan aero club.

Dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, tahun 1965 melalui SK Presiden RI - Presiden Soekarno, didirikan Komando Pelaksana Proyek Industri Pesawat Terbang (KOPELAPIP) - yang intinya LAPIP - ; serta PN. Industri Pesawat Terbang Berdikari.

Pada bulan Maret 1966, Nurtanio gugur ketika menjalankan pengujian terbang, sehingga untuk menghormati jasa beliau maka LAPIP menjadi LIPNUR/Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio. Dalam perkembangan selanjutnya LIPNUR memproduksi pesawat terbang latih dasar LT-200, serta membangun bengkel after-sales-service, maintenance, repair & overhaul.

Pada tahun 1962, berdasar SK Presiden RI - Presiden Soekarno, didirikan jurusan Teknik Penerbangan ITB sebagai bagian dari Bagian Mesin. Pelopor pendidikan tinggi Teknik Penerbangan adalah Oetarjo Diran dan Liem Keng Kie. Kedua tokoh ini adalah bagian dari program pengiriman siswa ke luar negeri (Eropa dan Amerika) oleh Pemerintah RI yang berlangsung sejak tahun 1951. Usaha-usaha mendirikan industri pesawat terbang memang sudah disiapkan sejak 1951, ketika sekelompok mahasiswa Indonesia dikirim ke Belanda untuk belajar konstruksi pesawat terbang dan kedirgantaraan di TH Delft atas perintah khusus Presiden RI pertama. Pengiriman ini berlangsung hingga tahun 1954. Dilanjutkan tahun 1954 - 1958 dikirim pula kelompok mahasiswa ke Jerman, dan antara tahun 1958 - 1962 ke Cekoslowakia dan Rusia.

Perjalanan ini bertaut dengan didirikannya Lembaga Persiapan Industri Pesawat Terbang (LAPIP) pada 1960, pendirian bIdang Studi Teknik Penerbangan di ITB pada 1962, dibentuknya DEPANRI (Dewan Penerbangan dan Antariksa Republik Indonesia) pada 1963. Kemudian ditindaklanjuti dengan diadakannya proyek KOPELAPIP (Komando Pelaksana Persiapan Industri Pesawat Tebang) pada Maret 1965. Bekerjasama dengan Fokker, KOPELAPIP tak lain merupakan proyek pesawat terbang komersial.

Sementara itu upaya-upaya lain untuk merintis industri pesawat terbang telah dilakukan pula oleh putera Indonesia - B.J. Habibie - di luar negeri sejak tahun 1960an sampai 1970an. Sebelum ia dipanggil pulang ke Indonesia untuk mendapat tugas yang lebih luas. Di tahun 1961, atas gagasan BJ. Habibie diselenggarakan Seminar Pembangunan I se Eropa di Praha, salah satu adalah dibentuk kelompok Penerbangan yang di ketuai BJ. Habibie.

PENDIRIAN INDUSTRI PESAWAT TERBANG
A. PERINTISAN
Ada lima faktor menonjol yang menjadikan IPTN berdiri, yaitu : ada orang-orang yang sejak lama bercita-cita membuat pesawat terbang dan mendirikan industri pesawat terbang di Indonesia; ada orang-orang Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi membuat dan membangun industri pesawat terbang; adanya orang yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdedikasi tinggi menggunakan kepandaian dan ketrampilannya bagi pembangunan industri pesawat terbang; adanya orang yang mengetahui cara memasarkan produk pesawat terbang secara nasional maupun internasional; serta adanya kemauan pemerintah.7)

Perpaduan yang serasi faktor-faktor di atas menjadikan IPTN berdiri menjadi suatu industri pesawat terbang dengan fasilitas yang memadai.

Awalnya seorang pria kelahiran Pare-Pare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936, Bacharudin Jusuf Habibie. Ia menimba pendidikan di Perguruan Tinggi Teknik Aachen, jurusan Konstruksi Pesawat Terbang, kemudian bekerja di sebuah industri pesawat terbang di Jerman sejak 1965.

Menjelang mencapai gelar doktor, tahun 1964, ia berkehendak kembali ke tanah air untuk berpartisipasi dalam pembangunan Indonesia. Tetapi pimpinan KOPELAPIP menyarankan Habibie untuk menggali pengalaman lebih banyak, karena belum ada wadah industri pesawat terbang. Tahun 1966 ketika Menteri Luar Negeri, Adam Malik berkunjung ke Jerman beliau meminta Habibie, menemuinya dan ikut memikirkan usaha-usaha pembangunan di Indonesia.

Menyadari bahwa usaha pendirian industri tersebut tidak bisa dilakukan sendiri., maka dengan tekad bulat mulai merintis penyiapan tenaga terampil untuk suatu saat bekerja pada pembangunan industri pesawat terbang di Indonesia yang masih dalam angan-angan. Habibie segera berinisiatif membentuk sebuah tim. Dari upaya tersebut berhasil dibentuk sebuah tim sukarela yang kemudian berangkat ke Jerman untuk bekerja dan menggali ilmu pengetahuan dan teknologi di industri pesawat terbang Jerman tempat Habibie bekerja. Awal tahun 1970 tim ini mulai bekerja di HFB/MBB untuk melaksanakan awal rencana tersebut.

Pada saat bersamaan usaha serupa dirintis oleh Pertamina selaku agen pembangunan. Kemajuan dan keberhasilan Pertamina yang pesat di tahun 1970 an memberi fungsi ganda kepada perusahaan ini, yaitu sebagai pengelola industri minyak negara sekaligus sebagai agen pembangunan nasional. Dengan kapasitas itu Pertamina membangun industri baja Krakatau Steel. Dalam kapasitas itu, Dirut Pertamina, Ibnu Sutowo (alm) memikirkan cara mengalihkan teknologi dari negara maju ke Indonesia secara konsepsional yang berkerangka nasional. Alih teknologi harus dilakukan secara teratur, tegasnya.

Awal Desember 1973, terjadi pertemuan antara Ibnu Sutowo dan BJ. Habibie di Dusseldorf - Jerman. Ibnu Sutowo menjelaskan secara panjang lebar pembangunan Indonesia, Pertamina dan cita-cita membangun industri pesawat terbang di Indonesia. Dari pertemuan tersebut BJ. Habibie ditunjuk sebagai penasehat Direktur Utama Pertamina dan kembali ke Indonesia secepatnya.

Awal Januari 1974 langkah pasti ke arah mewujudkan rencana itu telah diambil. Di Pertamina dibentuk divisi baru yang berurusan dengan teknologi maju dan teknologi penerbangan. Dua bulan setelah pertemuan Dusseldorf, 26 Januari 1974 BJ. Habibie diminta menghadap Presiden Soeharto. Pada pertemuan tersebut Presiden mengangkat Habibie sebagai penasehat Presiden di bidang teknologi. Pertemuan tersebut merupakan hari permulaan misi Habibie secara resmi.

Melalui pertemuan-pertemuan tersebut di atas melahirkan Divisi Advanced Technology & Teknologi Penerbangan Pertamina (ATTP) yang kemudian menjadi cikal bakal BPPT. Dan berdasarkan Instruksi Presiden melalui Surat Keputusan Direktur Pertamina dipersiapkan pendirian industri pesawat terbang.

September 1974, Pertamina - Divisi Advanced Technology menandatangani perjanjian dasar kerjasama lisensi dengan MBB - Jerman dan CASA - Spanyol untuk memproduksi BO-105 dan C-212.

B. PENDIRIAN
Ketika upaya pendirian mulai menampakkan bentuknya - dengan nama Industri Pesawat Terbang Indonesia/IPIN di Pondok Cabe, Jakarta - timbul permasalahan dan krisis di tubuh Pertamina yang berakibat pula pada keberadaan Divisi ATTP, proyek serta programnya - industri pesawat terbang. Akan tetapi karena Divisi ATTP dan proyeknya merupakan wahana guna pembangunan dan mempersiapkan tinggal landas bagi bangsa Indonesia pada Pelita VI, Presiden menetapkan untuk meneruskan pembangunan industri pesawat terbang dengan segala konsekuensinya.

Maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12, tanggal 15 April 1975 dipersiapkan pendirian industri pesawat terbang. Melalui peraturan ini, dihimpun segala aset, fasilitas dan potensi negara yang ada yaitu : - aset Pertamina, Divisi ATTP yang semula disediakan untuk pembangunan industri pesawat terbang dengan aset Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio/LIPNUR, AURI - sebagai modal dasar pendirian industri pesawat terbang Indonesia. Penggabungan aset LIPNUR ini tidak lepas dari peran Bpk. Ashadi Tjahjadi selaku pimpinan AURI yang mengenal BJ. Habibie sejak tahun 1960an.Dengan modal ini diharapkan tumbuh sebuah industri pesawat terbang yang mampu menjawab tantangan jaman.

Tanggal 28 April 1976 berdasar Akte Notaris No. 15, di Jakarta didirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dengan Dr, BJ. Habibie selaku Direktur Utama. Selesai pembangunan fisik yang diperlukan untuk berjalannya program yang telah dipersiapkan, pada 23 Agustus 1976 Presiden Soeharto meresmikan industri pesawat terbang ini. Dalam perjalanannya kemudian, pada 11 Oktober 1985, PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio berubah menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN.

Dari tahun 1976 cakrawala baru tumbuhnya industri pesawat terbang modern dan lengkap di Indonesia di mulai. Di periode inilah semua aspek prasarana, sarana, SDM, hukum dan regulasi serta aspek lainnya yang berkaitan dan mendukung keberadaan industri pesawat terbang berusaha ditata. Selain itu melalui industri ini dikembangkan suatu konsep alih/transformasi teknologi dan industri progresif yang ternyata memberikan hasil optimal dalam penguasaan teknologi kedirgantaraan dalam waktu relatif singkat, 24 tahun.

CN-235 dan N250, hasil penguasaan teknologi putera-puteri Indonesia yang dirintis BJ. Habibie

IPTN berpandangan bahwa alih teknologi harus berjalan secara integral dan lengkap mencakup hardware, software serta brainware yang berintikan pada faktor manusia. Yaitu manusia yang berkeinginan, berkemampuan dan berpen- dirian dalam ilmu, teori dan keahlian untuk melaksanakannya dalam bentuk kerja. Berpijak pada hal itu IPTN menerapkan filosofi transformasi teknologi "BERMULA DI AKHIR, BERAKHIR DI AWAL". Suatu falsafah yang menyerap teknologi maju secara progresif dan bertahap dalam suatu proses yang integral dengan berpijak pada kebutuhan obyektif Indonesia. Melalui falsafah ini teknologi dapat dikuasai secara utuh menyeluruh tidak semata-mata materinya, tetapi juga kemampuan dan keahliannya. Selain itu filosofi ini memegang prinsip terbuka, yaitu membuka diri terhadap setiap perkembangan dan kemajuan yang dicapai negara lain.

Filosofi ini mengajarkan bahwa dalam membuat pesawat terbang tidak harus dari komponen dulu, tapi langsung belajar dari akhir suatu proses (bentuk pesawat jadi), kemudian mundur lewat tahap dan fasenya untuk membuat komponen. Tahap alih teknologi terbagi dalam :
  • Tahap penggunaan teknologi yang sudah ada/lisensi,
  • Tahap integrasi teknologi,
  • Tahap pengembangan teknologi,
  • Tahap penelitian dasar

    Sasaran tahap pertama, adalah penguasaan kemampuan manufacturing, sekaligus memilih dan menentukan jenis pesawat yang sesuai dengan kebutuhan dalam negeri yang hasil penjualannya dimanfaatkan menambah kemampuan berusaha perusahaan. Di sinilah dikenal metode "progressif manufacturing program". Tahap kedua dimaksudkan untuk menguasai kemampuan rancangbangun sekaligus manufacturing. Tahap ketiga, dimaksudkan meningkatkan kemampuan rancangbangun secara mandiri. Sedang tahap keempat dimaksudkan untuk menguasai ilmu-ilmu dasar dalam rangka mendukung pengembangan produk-produk baru yang unggul.

    PARADIGMA BARU DAN NAMA BARU
    Selama 24 tahun IPTN relatif berhasil melakukan transformasi teknologi, sekaligus menguasai teknologi kedirgantaraan dalam hal disain, pengembangan, serta pembuatan pesawat komuter regional kelas kecil dan sedang.

    Dalam rangka menghadapi dinamika jaman serta sistem pasar global, IPTN meredifinisi diri ke dalam "DIRGANTARA 2000" dengan melakukan orientasi bisnis, dan strategi baru menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Untuk itu IPTN melaksanakan program retsrukturisasi meliputi reorientasi bisnis, serta penataan kembali sumber daya manusia yang menfokuskan diri pada pasar dan misi bisnis.

    Kini dalam masa "survive" IPTN mencoba menjual segala kemampuannya di area engineering - dengan menawarkan jasa disain sampai pengujian -, manufacturing part, komponen serta tolls pesawat terbang dan non-pesawat terbang, serta jasa pelayanan purna jual.

    Seiring dengan itu IPTN merubah nama menjadi PT. DIRGANTARA INDONESIA atau Indonesian Aerospace/IAe yang diresmikan Presiden Abdurrahman Wahid, 24 Agustus 2000 di Bandung.

    Kita berkeyakinan bahwa industri ini harus terus mengikuti dinamika perkembangan jaman dan perubahan, agar upaya yang dirintis para pendahulu ini bisa tetap lestari serta memberi manfaat optimal bagi generasi mendatang. Untuk itu kita tetap berpijak pada sejarah.

    ***

    Biodata
    Lili Irahali
    Lahir di Indramayu, 15 Agustus 1955. Supervisor Komunikasi dan Informasi - Sekretaris Perusahaan, Spesialis Komunikasi bekerja di PT. Dirgantara Indonesia (Indonesian Aerospace) Bandung. Dosen Luar Biasa Pendidikan Ahli Komunikasi Terapan Fak.Ilmu Komunikasi - Universitas Padjadjaran Bandung. Penulis, editor buku kumpulan karangan Beberapa Pemikiran Hukum Memasuki Abad XXI, Mengenang Prof. Dr. Komar Kantaatmadja, SH., LLM.;Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia; Fragmen IPTN sampai dengan Dirgantara Indonesia 1983 - 2000.

  • Read more...

    ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI

    Tuesday, June 15, 2010

    ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI






    Arsitektur Tradisional Bali merupakan suatu karya arsitektur yang lahir dari suatu tradisi, kepercayaan dan aktifitas spiritual masyarakat Bali yang diwujudkan dalam berbagai bentuk fisik. Seperti rumah adat, tempat suci (tempat pemujaan yang disebut pura), balai pertemuan, dan lain-lain. Lahirnya berbagai perwujudan fisik juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan geografi, budaya, adat-istiadat, dan sosial ekonomi masyarakat.

    Ditinjau dari aspek geografi terdapatlah Arsitektur Tradisional Bali dataran tinggi (daerah pegunungan) dan Arsitektur Tradisional Bali dataran rendah. Untuk daerah dataran tinggi pada umunya bangunannya kecil-kecil dan tertutup untuk menyesuaikan keadaan lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding relatif pendek untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Satu bangunan bisa digunakan untuk berbagai aktifitas mulai aktifitas sehari-hari seperti tidur, memasak dan untuk hari-hari tertentu juga digunakan untuk upacara. Luas dan bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan topografi tempat tinggalnya.

    Untuk daerah dataran rendah, pekarangannya relatif luas dan datar sehingga bisa menampung beberapa massa dengan pola komunikatif, umumnya berdinding terbuka, yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Seperti bale daja untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale dauh untuk ruang tidur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, jineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Untuk keluarga raja dan brahmana pekarangnnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu jaba sisi (pekarangan depan), jaba tengah (pekarangan tengah) dan jero (pekarangan untuk tempat tinggal). Bahan bangungan juga mencerminkan status sosial pemiliknya. Masyarakat biasa menggunakan popolan (speci yang terbuat dari lumpur tanah liat) untuk dinding bangunan, sedangkan golongan raja dan brahmana menggunakan tumpukan bata-bata.


    Untuk tempat suci/tempat pemujaan baik milik satu keluarga maupun milik suatu kumpulan kekerabatan menggunakan bahan sesuai kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Seperti untuk bahan atap menggunakan ijuk bagi yang ekonominya mampu sedangkan bagi yang ekonominya kurang mampu bisa menggunakan alang-alang atau genteng.

    Dalam proses pembangunan, diawali dengan pengukuran tapak yang disebut dengan nyikut karang. Dilanjutkan dengan caru pengeruak karang yaitu ritual persembahan kurban dan mohon izin untuk membangun. Setelah izin didapat barulah dilakukan peletakan batu pertama yang disebut nasarin. Ini bertujuan untuk mohon kekuatan pada ibu pertiwi agar kelak bangunan menjadi kuat dan kokoh. Untuk pekerjanya termasuk ahli bangunanya dilakukan upacara prayascita untuk memohon bimbingan dan keselamatan dalam bekerja. Jika semua ritual sudah dilaksanakan barulah pembangunan dimulai. Setelah bangunan berdiri dan sebelum digunakan dilakukan upacara syukuran yang disebut melaspas dan pengurip. Ini bertujuan membersihkan bangunan dari energi-energi negatif dan menghidupkan aura bangunan tersebut.

    Masyarakat Bali selalu mengawali dan mengakhiri suatu pembangunan dengan upacara atau ritual. Semua ritual tersebut pada intinya bertujuan memberi kharisma pada bangunan yang akan dibangun dan untuk menjaga keselarasan hubungan manusia dengan Penciptanya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya.

    Dalam perkembangannya Arsitektur Tradisional Bali mengalami perkembangan dan pergeseran fungsi yang berpengaruh pada bentuk, struktur, konstruksi, bahan dan cerminan sosial pemiliknya. Seperti wantilan yang dulunya untuk balai pertemuan dan kegiatan adat mengalami perkembangan fungsi yaitu sebagai pendidikan Taman Kanak-kanak, tempat usaha, arena olah raga, dan lain-lain. Kemajuan pariwisata juga berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat Bali sehingga sekarang sulit dibedakan mana puri dan rumah masyarakat biasa. Karena masyarakat biasa yang ekonominya sudah mapan tidak ada larangan membangun tempat tinggal layaknya sebuah puri. Begitu juga puri yang dulunya merupakan tempat tinggal raja dan keluarganya yang mana penjagaannya sangat ketat dan penuh aturan sekarang ada yang difungsikan sebagai tempat kunjungan wisatawan, justru keluarga puri yang keluar mencari tempat tinggal yang baru.

    Pesatnya perkembangan teknologi tidak bisa dipungkiri juga berpengaruh pada Arsitektur Tradisional Bali. Walau arsitektur tradisional yang selalu didasari atas tradisi juga mengalami perkembangan dan selalu mengikuti perkembangan zaman.



    Sumber: aryaoka.wordpress.com

    Read more...

    Couchsurfing, dunia datang ke tempat kita

    Jika Anda membutuhkan tempat tinggal untuk bepergian ke luar negeri,
    mungkin pengalaman berikut bisa membantu.
    Penuturan ini didapat dari milis IA-ITB.

    Berikut ini pengalaman dari Irendra Radjawali memakai situs jejaring sosial CouchSurfing untuk saling memberi tumpangan menginap.


    Selamat menikmati :-)


    ----- Original Message -----
    From: Irendra R
    To: IA-ITB@yahoogroups.com
    Sent: Monday, June 14, 2010 3:18 PM
    Subject: [IA-ITB] Couchsurfing -Dunia datang ke tempat kita-"Second Track Diplomation"



    Rekan-rekan yang baik,

    Sedikit cerita tentang couchsurfing. Kali ini tentang sebuah situs jejaring
    sosial (seperti facebook) yang bernama "CouchSurfing" (CS)
    (www.couchsurfing.org). Secara etimologis, kata ini bisa kita artikulasikan
    sebagai berselancar di sofa ;), apa maksudnya? Sederhana, jika kita memiliki
    "sofa", atau tempat tidur ekstra, maka kita memperbolehkan "orang" atau "tamu"
    kita untuk singgah dan bermalam di tempat kita, tanpa harus membayar! Tentunya
    kita bisa melihat "profile" calon kita tersebut terlebih dahulu di "situs" itu
    dan juga menimbang-nimbang apakah kita mau menerima mereka, dengan melihat
    "rekomendasi-rekomendasi" dari jaringan mereka sebelumnya.

    Ada paling tidak tiga hal yang buat saya menarik untuk bergabung dengan CS :

    Dunia Datang ke Tempat Kita

    Setelah hampir satu tahun di dalam CS (yang sangat berbeda watak dengan
    facebook), saya telah menerima tamu hampir dari seluruh benua yang ada di dunia
    ini, dengan segala cerita serta sifat dan semangat yang mereka bawa. Indah
    sekali! Karena kebanyakan dari mereka adalah para pelancong yang tidak hanya
    menjadi "turis" di tempat-tempat yang mereka kunjungi atau mereka hidup, tetapi
    juga pekerja komunitas, berinteraksi dengan komunitas. Sehingga saya mendapatkan
    cerita hidup yang sangat menarik. Salah satu tamu dari Perancis merupakan salah
    satu jurnalis perang, yang sekarang menjadi pekerja sosial dengan mengumpulkan
    uang untuk membangun sekolah-sekolah di Afrika. Salah satu tamu dari Estonia,
    merupakan "engineer" mekanik dan bahkan saat ini saya dan dia sedang
    mengembangkan riset-riset teknologi tepat guna untuk energi terbarukan yang bisa
    diterapkan di pulau-pulau di Indonesia, saya coba hubungkan dia dengan adik-adik
    di ITB (tim Shell Eco Marathon yang kebetulan juga mengembangkan turbin air).
    Sangat menarik. Juga beberapa inspirasi untuk buku yang sedang saya tulis
    tentang "Climate Change" datang dari tamu-tamu ini karena kemudian saya
    benturkan apa yang saya kerjakan dan alami di tanah air dengan apa yang mereka
    kerjakan juga alami di wilayah mereka.

    Juga menarik karena di tempat saya banyak sekali pernak-pernik lucu, lagu-lagu,
    serta foto-foto dari berbagai sudut dunia sebagai souvenir dari mereka.

    Buat kita di Indonesia, menurut hemat saya, jika kita memiliki anak-anak di
    umur-umur SD sampai SMA, atau bahkan universitas, maka CS merupakan salah satu
    cara yang murah tapi juga positif untuk memperkenalkan dan mengekspose mereka
    pada dunia, praktek langsung bahasa Inggris, atau bahasa lainnya, dan membangun
    rasa bahwa spesies manusia adalah satu, dan bagaimana kemudian kita membangun
    "percaya" dan berbagi "semangat hidup" di antara kita.

    Melancong dengan murah dan memahami masyarakat

    Ya, melancong dengan murah! Kalau ada anak-anak, putra-putri atau
    saudara-saudara yang ingin melancong ke manapun, maka CS merupakan pilihan yang
    menarik untuk melancong dengan murah, sekaligus hidup dengan masyarakat. (Tidak
    menjadi turis saja ;)). Saya kira, melancong yang baik adalah tidak hanya
    mengunjungi tempat, tetapi juga memahami tempat dan masyarakatnya, sehingga
    pengalaman tersebut menjadi pengalaman yang lengkap dan tidak superfisial saja.
    CS menawarkan hal tersebut (tentu saja hotel juga merupakan pilihan lain).

    Ketika COP15 berlangsung di Copenhagen, Desember 2009 lalu, saya memutuskan
    untuk tidak tinggal di hotel (walaupun mendapat fasilitas karena harus presentasi), saya putuskan tinggal di salah satu CS. Juga pengalaman
    yang menarik karena "tuan rumah" saya adalah seorang anak muda, wartawan, yang
    cerdas dan banyak sekali pengalamannya sehingga kemudian, kita saling bertukar
    cerita baik tentang wacana perubahan iklim itu sendiri maupun tentang bagaimana
    pola hidup masyarakat Denmark, bagaimana budaya mereka, dsb.

    Second Track Diplomation

    Terakhir, CS bagi saya juga merupakan "second track diplomation" bagaimana
    kemudian kita membangun pemahaman tentang Indonesia dan segala dinamikanya
    kepada tamu-tamu kita (atau juga "tuan rumah" kita). Sangat menarik karena
    kemudian kita dituntut untuk mengerti tentang bangsa kita sendiri, apalagi
    dengan keanekaragaman yang begitu besar, dan kita dituntut untuk bisa berbagi
    cerita dengan "bobot" yang tentunya berimbang. Sangat menarik. Beberapa tamu CS
    menjadi tertarik mengunjungi dan memahami lebih lanjut tentang Indonesia (dengan
    segala keanekaragamannya) setelah berinteraksi dengan saya dan saya tunjukkan
    beberapa kenakeragaman budaya Indonesia seperti lagu, tarian, sastra, masyarakat
    dsb.

    Begitulah, semoga tulisan ini tidak terlalu membosankan di seranai surat IA-ITB. Saya kira CS merupakan salah satu alternatif yang baik buat generasi
    mendatang bangsa ini untuk mau berbagi, untuk berani menempatkan dirinya sejajar
    dengan bangsa lain, dan yang lebih penting, untuk lebih mencintai bangsa dan
    masyarakatnya yang merupakan salah satu kekuatan penting untuk mengisi
    perjalanan bangsa ini di dunia yang semakin turbulen.

    Jabat erat,
    Radjawali

    Read more...

      © Blogger template On The Road by Ourblogtemplates.com 2009

    Back to TOP