Pertama-tama kita harus sadar bahwa pemindahan ibukota dari satu kota ke kota lain adalah hal yang biasa dan pernah dilakukan. Sebagai contoh, Amerika Serikat pernah memindahkan ibukota mereka dari New York ke Washington DC, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Australia dari Sidney ke Canberra, Jerman dari Bonn ke Berlin, sementara Brazil memindahkan ibukotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia. Indonesia sendiri pernah memindahkan ibukotanya dari Jakarta ke Yogyakarta.
Over Populasi (Jumlah penduduk melebihi daya tampung) merupakan penyebab utama kenapa banyak negara memindahkan ibukotanya. Sebagai contoh saat ini Jepang dan Korea Selatan tengah merencanakan pemindahan ibukota negara mereka. Jepang ingin memindahkan ibukotanya karena wilayah Tokyo Megapolitan jumlah penduduknya sudah terlampau besar yaitu: 33 juta jiwa. Korsel pun begitu karena wilayah kota Seoul dan sekitarnya jumlah penduduknya sudah mencapai 22 juta. Bekas ibukota AS, New York dan sekitarnya total penduduknya mencapai 22 juta jiwa. Jakarta sendiri menurut mantan Gubernur DKI, Ali Sadikin, dirancang Belanda untuk menampung 800.000 penduduk. Namun ternyata di saat Ali menjabat Gubernur jumlahnya membengkak jadi 3,5 juta dan sekarang membengkak lagi hingga daerah Metropolitan Jakarta yang meliputi Jabodetabek mencapai total 23 juta jiwa.
Jadi pemindahan ibukota bukanlah hal yang tabu dan sulit. Soeharto sendiri sebelum lengser sempat merencanakan pemindahan ibukota Jakarta ke Jonggol.
Kenapa kita harus memindahkan ibukota dari Jakarta? Apa tidak repot? Apa biayanya tidak terlalu besar? Jawaban dari pertanyaan ini harus benar-benar tepat dan beralasan. Jika tidak, hanya buang-buang waktu, tenaga, dan biaya.
Pertama kita harus sadar bahwa ibukota Jakarta di mana lebih dari 80% uang yang ada di Indonesia beredar di sini merupakan magnet yang menarik penduduk seluruh dari Indonesia untuk mencari uang di Jakarta. Arus urbanisasi dari daerah ke Jakarta begitu tinggi. Akibatnya jika penduduk Jakarta pada zaman Ali Sadikin tahun 1975-an hanya sekitar 3,5 juta jiwa, saat ini jumlahnya sekitar 10 juta jiwa. Pada hari kerja dengan pekerja dari wilayah Jabotabek, penduduk Jakarta menjadi 12 juta jiwa.
Jumlah penduduk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi diperkirakan sekitar 23 juta jiwa. Padahal tahun 1986 jumlahnya hanya sekitar 14,6 juta jiwa (MS Encarta). Jika Jakarta terus dibiarkan jadi ibukota, maka jumlah ini akan terus membengkak dan membengkak. Akibatnya kemacetan semakin merajalela. Jumlah kendaraan bertambah. Asap kendaraan dan polusi meningkat sehingga udara Jakarta sudah tidak layak hirup lagi. Pohon-pohon, lapangan rumput, dan tanah serapan akan semakin berkurang diganti oleh aspal dan lantai beton perumahan, gedung perkantoran dan pabrik. Sebagai contoh berbagai hutan kota atau tanah lapang di kawasan Senayan, Kelapa Gading, Pulomas, dan sebagainya saat ini sudah menghilang diganti dengan Mall, gedung perkantoran dan perumahan.
Hal-hal di atas akan mengakibatkan:
- Jakarta akan jadi kota yang sangat macet
- Dengan banyaknya orang bekerja di Jakarta padahal rumah mereka ada di pinggiran Jabotabek, akan mengakibatkan pemborosan BBM. Paling tidak ada sekitar 6,5 milyar liter BBM dengan nilai sekitar Rp 30 trilyun yang dihabiskan oleh 2 juta pelaju ke Jakarta setiap tahun.
- Dengan kemacetan dan jauhnya jarak perjalanan, orang menghabiskan waktu 3 hingga 5 jam per hari hanya untuk perjalanan kerja.
- Stress meningkat akibat kemacetan di jalan.
- Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) juga meningkat karena orang berada lama di jalan dan menghisap asap knalpot kendaraan
- Banjir dan kekeringan akan semakin meningkat karena daerah resapan air terus berkurang.
- Jumlah penduduk Indonesia akan terpusat di wilayah Jabodetabek. Saat ini saja sekitar 30 juta dari 200 juta penduduk Indonesia menempati area 1500 km2 di Jabodetabek. Atau 15% penduduk menempati kurang dari 1% wilayah Indonesia.
- Pembangunan akan semakin tidak merata karena kegiatan pemerintahan, bisnis, seni, budaya, industri semua terpusat di Jakarta dan sekitarnya.
- Tingkat Kejahatan/Kriminalitas akan meningkat karena luas wilayah tidak mampu menampung penduduk yang terlampau padat.
- Timbul bahaya kelaparan karena over populasi dan sawah berubah jadi rumah, kantor, dan pabrik. Saat ini pulau Jawa yang merupakan pulau terpadat di dunia 7 x lipat lebih padat daripada RRC. Kepadatan penduduk di Jawa 1.007 orang/km2 sementara di RRC hanya 138 orang/km2. Tak heran di pulau Jawa banyak orang yang kelaparan dan makan nasi aking.
Untuk itu diperlukan penyebaran pusat kegiatan di berbagai kota di Indonesia. Sebagai contoh, di AS pusat pemerintahan ada di Washington DC yang jumlah penduduknya hanya 563 ribu jiwa. Sementara pusat bisnis ada di New York dengan populasi 8,1 juta. Pusat kebudayaan ada di Los Angeles dengan populasi 3,9 juta. Pusat Industri otomotif ada di Detroit dengan jumlah penduduk 911.000 jiwa.
Di AS kegiatan tersebar di beberapa kota. Tidak tertumpuk di satu kota. Sehingga pembangunan bisa lebih merata.
Indonesia juga harus begitu. Semua kegiatan jangan terpusat di Jakarta. Jika tidak, maka jumlah penduduk kota Jakarta akan terus membengkak. Dalam 10-20 tahun, Jakarta akan jadi kota yang mati/semrawut karena jumlah penduduk yang terlampau banyak (saat ini saja kemacetan sudah luar biasa).
Biarlah Jakarta cukup menjadi pusat bisnis. Untuk pusat pemerintahan, sebaiknya dipindahkan ke Kalimantan Tengah.
Kenapa Kalimantan Tengah? Kenapa tidak di Jawa, Sulawesi, atau Sumatra?
Pertama Jawa adalah pulau kecil yang sudah terlampau padat penduduknya. Luas pulau Jawa hanya 134.000 km2 sementara jumlah penduduknya sekitar 135 juta jiwa. Kepadatannya sudah mencapai lebih dari 1.000 jiwa per km2. Apalagi pulau Jawa yang subur dengan persawahan yang sudah mapan seharusnya dipertahankan tetap jadi lahan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan di Indonesia. Kalau dipaksakan di Jawa, maka luas sawah akan berkurang sebanyak 50.000 hektar! Produksi beras/pangan lain akan berkurang sekitar 200 ribu ton per tahun! Indonesia akan semakin kekurangan pangan karenanya. Selama ibukota tetap di Jawa, pulau Jawa akan semakin padat dan pembangunan tidak tersebar ke seluruh Indonesia. Jawa sudah kebanyakan penduduk/over-crowded!
Ada pun pulau Sumatera letaknya relatif agak di Barat. Dengan jumlah penduduk lebih dari 42 juta, pembangunan di Sumatera sudah cukup lumayan.
Sulawesi dengan luas 189.000 km2 dan jumlah penduduk sekitar 15 juta jiwa masih terlalu kecil wilayahnya. Sumatera dan Sulawesi adalah pulau yang subur dan cocok untuk pertanian. Jadi sayang jika pertumbuhan jumlah penduduk dipusatkan di situ. Belum lagi kedua wilayah ini rawan dengan gempa bumi dan tsunami.
Ada pun Kalimantan luasnya 540.000 km2 dengan jumlah penduduk hanya 12 juta jiwa. Pulau Kalimantan jauh lebih luas dibanding pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi dan jumlah penduduknya justru paling sedikit.
Di pulau Kalimantan juga tidak ada gunung berapi dan merupakan pulau yang teraman dari gempa. Sementara di pesisir Kalimantan Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa juga ombak relatif tenang dan aman dari Tsunami. Ini cocok untuk jadi tempat ibukota Indonesia yang baru.
Sebaliknya Jakarta begitu dekat dengan gunung Krakatau yang ledakkannya 30 ribu x bom atom Hiroshima dengan tsunami setinggi 40 meter. Efek ledakan Krakatau terasa sampai Afrika dan Australia. Sekarang gunung Krakatau yang dulu rata dengan laut telah “tumbuh” setinggi 800 meter lebih dengan kecepatan “tumbuh” sekitar 7 meter/tahun. Sebagian ahli geologi memperkirakan letusan kembali terulang antara 2015-2083. Jadi Jakarta tinggal “menunggu waktu” saja…
Jika iya, apakah ibukota memakai kota yang sudah ada seperti Palangkaraya atau membuat kota baru sama sekali?
Jika membuat ibukota dari kota yang sudah ada seperti Palangkaraya, ini akan menimbulkan 2 kendala besar. Pertama perencanaan pembangunan jadi tidak fleksibel. Sulit untuk merencanakan tata ruang baru karena ruang yang ada sudah terpakai. Sebagai contoh, sulit untuk membuat jalan protokol selebar jalan Thamrin dan Sudirman karena jalan yang sudah ada ukurannya kecil. Jika dipaksakan, harus menggusur gedung-gedung di sekelilingnya. Ini jumlahnya banyak sekali dan biayanya juga tentu sangat besar.
Kedua, karena tanah yang diperlukan sudah ada yang memiliki, akan ada banyak spekulan tanah yang menjual tanahnya dengan harga yang sangat tinggi. Per meter persegi bisa 2-3 juta lebih. Biaya pembangunan ibukota bisa meroket dengan tinggi. Untuk pelebaran jalan, gedung pemerintahan dan rumah dinas seluas total 50 km2 saja bisa mencapai Rp 500 trilyun rupiah lebih.
Oleh karena itu lebih mudah dan lebih murah membangun ibukota baru dari tanah kosong milik negara. Idealnya ibukota baru ini memakai lahan bekas HPH yang sudah gundul dan terletak di pinggir sungai. Jarak ke pantai sebaiknya tidak lebih dari 50 km sehingga bisa jadi pusat pelabuhan.
Dengan cara ini, seandainya harus ada pembebasan lahan, biayanya tak lebih dari 10 ribu / m2. Jadi seandainya lahan yang diperlukan 500 km2, maka biaya pembebasan lahan hanya Rp 5 trilyun.
Ibukota Brazil, Brasilia dibangun dari tanah kosong / awal. Dari situ dirancang dan dibangun semuanya dari awal oleh para ahli tata kota. Ibukota lainnya yang dirancang dan dibangun dari awal untuk jadi ibukota adalah Washington DC, Canberra, dan Islamabad: Islamabad rancangan kotanya disiapkan tahun 1960, pembangunan konstruksi pertama tahun 1961, dan selesai tahun 1966. Selesai dalam 6 tahun. Umumnya ibukota baru dibangun tidak jauh dari kota sekitarnya (di bawah 400 km jaraknya). Brasilia sejak jadi ibukota tahun 1957 sekarang jumlah penduduknya sekitar 2,5 juta jiwa, Canberra 350 ribu jiwa dan Washington DC sekitar 563 ribu jiwa.
Apakah negara akan rugi karena biaya pembangunan ibukota sangat tinggi?
Pembangunan ibukota biayanya memang cukup tinggi. Tapi akan lebih tinggi lagi biayanya baik dari segi kesehatan mau pun biaya jika kita tetap memakai Jakarta sebagai ibukota. Selain itu pemerintah bisa memakai pembangunan ibukota baru sebagai sarana untuk mendapatkan uang. Bagaimana caranya?
Dari 500 km2 luas ibukota baru, tidak semuanya dipakai pemerintah. Pemerintah hanya memakai 50 km2 untuk jalan, gedung pemerintah, dan rumah dinas. 100 km2 bisa dipakai untuk hutan dan taman kota. Sisanya 350 km2 bisa dijual untuk bisnis dan umum dengan harga Rp 500.000-1.000.000 /m2. Paling tidak pemerintah bisa mendapat 175 hingga 350 trilyun rupiah dari penjualan lahan. Ini bisa dilakukan secara bertahap. Beberapa kota swasta seperti Lippo City, Lippo Karawaci, dan juga BSD sudah menerapkan hal ini. Pemerintah dengan dukungan dana APBN seharusnya juga bisa. Jadi dari sisi dana seharusnya tidak masalah.
Total pembangunan gedung pemerintah sendiri paling hanya sekitar Rp 20 trilyun. Ini cukup untuk 200 gedung @ Rp 100 milyar. Total biaya diperkirakan mencapai Rp 150 trilyun. Jika dilakukan secara bertahap dalam 5 tahun maka biayanya Rp 30 trilyun per tahun atau kurang dari 4% jumlah APBN yang mencapai sekitar Rp 800 trilyun. Biaya ini bisa ditutup nantinya dengan dana dari hasil penjualan lahan senilai Rp 175-350 trilyun.
Ibukota baru ini sebaiknya berjarak tidak lebih dari 200 km dari kota yang sudah ada, sehingga bisa mendapat dukungan logistik dari kota tersebut selama ibukota masih dalam pembangunan. Ibukota baru ini juga akan menghidupkan kota-kota di sekelilingnya.
Usulan Lokasi Ibukota Baru
Usulan saran saya ibukota baru ini dinamakan Kota Merdeka. Diharapkan Indonesia dengan kota ini benar-benar merdeka secara ekonomi dan politik. Letaknya 30 km dari kota Pangkalanbun dan terletak di tepi sungai yang lebarnya 1-2 km (lihat peta) dan berjarak 40 km dari laut. Jadi kota ini bisa jadi kota pelabuhan, aman dari tsunami. Kondisinya seperti kota London yang jaraknya dari laut sekitar 40 km. Dengan posisi agak jauh dari laut, kota ini relatif lebih aman dari bahaya invasi secara mendadak. Selain itu dengan sungai yang lebar akan ada pemandangan River View ala kota-kota Eropa, AS, dan Australia, di mana kapal-kapal besar bisa masuk melewati sungai. Sebagian Kota ini juga ada di dataran tinggi antara 50-500 meter dari permukaan tanah.
Kota ini jaraknya 670 km dari Jakarta. Jadi kurang lebih sama dengan jarak kota Surabaya-Jakarta. Dengan pesawat terbang dapat ditempuh kurang dari satu jam.
Diharapkan dengan adanya ibukota baru ini, Jakarta tetap menjadi pusat bisnis, sementara kota yang baru (Kota Merdeka?) menjadi pusat pemerintahan pembangunan dan penyebaran penduduk di Indonesia lebih merata.
Memang pemindahan ibukota tidak harus dilakukan sekarang. Tapi dalam 10 tahun ke depan mau tidak mau harus pindah. Jadi harus dipikirkan dan direncanakan mulai dari sekarang. Jika tidak pindah, apa jadinya jika jumlah penduduk Jabodetabek mencapai 30-40 juta jiwa pada tahun 2018?
Dukung pemindahan ibukota RI di Facebook:
http://www.facebook.com/groups.php?ref=sb#/group.php?gid=216594736235
Berikut berbagai artikel tentang pemindahan ibukota negara:
http://www.guardian.co.uk/world/2004/aug/12/northkorea
South Korea to move capital 100 miles south
This article appeared in the Guardian on Thursday August 12 2004 . It was last updated at 23:49 on August 11 2004.
The South Korean government confirmed yesterday that it is to create a new capital in what will be one of Asia’s biggest ever construction projects.
Under the £26bn scheme, a site in the sleepy region of Gongju-Yongi 100 miles south of Seoul will replace it as the seat of parliament and government by 2020. Despite sharp divisions among the public and the mixed results of similarly ambitious projects by other states, president Roh Moo-hyun insists relocation is necessary to ease chronic overcrowding in Seoul, redistribute the state’s wealth, and lessen the danger of a bombardment by North Korea.
· In 1956 Brazil’s capital moved from lively, crowded Rio to remote Brasilia. But spectacular buildings alone failed to attract the crowds
· Australia’s government decided to build Canberra in 1908. A functional, elegant city was created, though many residents escape to Sydney for nights out
· In a symbolic gesture, the German government moved from Bonn to Berlin in 1991. But resources are still split between the two cities
http://geography.about.com/library/weekly/aa101199.htm
Japan to Relocate Capital from Tokyo
Dateline: 10/11/99
In 1990, the Diet (Japan’s parliament) passed a resolution to investigate moving Japan’s capital city out of Tokyo. Within a few weeks, a committee will present their choice for the location of a brand-new capital city to the Prime Minister.
The idea for moving the capital in Japan was first proposed and discussed when Tokyo hosted the 1964 Olympic Games. Now, the Diet wants to move the capital out of Tokyo to alleviate the “excessive concentration” of political and economic functions in the world’s largest megalopolis of 33 million people. In addition, the possible breakdown of government functions in the event of a major earthquake striking Tokyo further led the Diet to legislate the move.
In 1868, with the Meiji Restoration, the Japanese imperial capital moved from Kyoto to the town of Edo (which had served as a quasi-capital since 1603) and Edo was was renamed Tokyo. Tokyo is the worlds most populous urban area and houses 26% of the country’s population. In a recent study, Japanese researchers found that the cost of housing in Tokyo is over four times the cost of similar housing in Paris and well over three times the cost of similar housing in New York City.
Memindahkan Ibukota, Membangun Indonesia
Sebelum membahas solusi tersebut, kita bersepakat bahwa kemacetan merugikan individu, kelompok masyarakat dan bangsa yang sedang membangun. Bangsa ini telah rugi besar. Mulai kehilangan waktu, terbuangnya bahan bakar, kehilangan berbagai kesempatan transaksi ekonomi, hingga penurunan produktivitas dan daya saing. Kerugian itu diperparah peningkatan tekanan mental (stres) di perjalanan, tingginya kecelakaan serta maraknya kriminalitas, termasuk menyuburkan praktik KKN.
http://eddysatriya.blogspot.com/2007/11/memindahkan-ibukota-membangun-indonesia.html
Memindahkan Ibukota dari Jakarta?
Kalau memang ada niat untuk memindahkan ibukota, maka ada dua pilihan: memanfaatkan kota yang sudah ada, atau merancang daerah khusus ibukota sejak awal. Wikipedia mencatat ada beberapa ibukota negara yang dirancang khusus sebagai daerah ibukota, misalnya Brasilia, New Delhi, Canberra dan Washington, DC. Kelebihan kota-kota ini adalah bahwa kota-kota ini didesain khusus dari awal sebagai daerah ibukota, tidak seperti Jakarta yang terbentuk akibat urbanisasi.
Selain itu, beberapa negara memiliki lebih dari satu ibukota. Sebagai contoh Malaysia memiliki dua kota yang berfungsi sebagai ibukota: Kuala Lumpur dan Putrajaya, atau Belanda yang memiliki Amsterdam dan Den Haag. Bahkan Afrika Selatan memiliki tiga buah ibukota sekaligus: Pretoria, Cape Town dan Bloemfontein.
http://priyadi.net/archives/2006/09/29/memindahkan-ibukota-dari-jakarta/
Memindahkan Pusat Pemerintahan, Lalu Memindahkan Ibu Kota
Itu artinya, pengorbanan waktu dan tenaga manusia, biaya penggunaan kendaraan dan penyusutan nilai komponen kendaraan, terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut perhitungan yang dibuat oleh Badan Prencanaan Pembanugunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, yang dikeluarkan akhir tahun 1999, biaya yang harus ditanggung masyarakat akibat kemacetan di Jakarta mencapai 900 juta dolar AS atau sekitar Rp 6.3 triliyun rupiah per tahun
http://andrinof.wordpress.com/2007/05/31/memindahkan-pusat-pemerintahan/
Memindahkan Ibukota Negara
Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa jika terjadi curah hujan tinggi, ibukota Jakarta sudah lumpuh, bandara ditutup, akses jalan tol menuju bandara putus. Padahal kawasan-kawasan ini merupakan obyek vital yang harus dijaga kelangsungannya, katanya.
Volume banjir yang terjadi di Jakarta tidak akan teratasi dengan teknologi kostruksi apapun, akibat penyimpangan tata ruang yang sudah parah. Penyimpangan itu berbentuk perubahan tata guna lahan, dilanggarnya ketentuan lingkup bangunan (building coverage) sehingga menghilangkan daya serap tanah terhadap air hujan.
http://beritasore.com/2008/02/09/memindahkan-ibukota-negara/
Seputar Wacana Memindahkan Ibukota Negara
Pemindahan ibukota negara dari Jakarta sebenarnya bukanlah hal yang baru.
Ibukota Republik Indonesia pernah beberapa kali pindah antara tahun 1945-1950, yakni dari Jakarta ke DI Yogyakarta, lalu ke Bukittinggi, Sumatera Barat, sebelum dipindahkan lagi ke Jakarta.
Pada masa penjajahan Belanda dulu, Bogor juga pernah menjadi tempat gubernur jenderal dan Batavia (sekarang Jakarta) menjadi pusat dagang.
http://www.antara.co.id/arc/2008/2/8/seputar-wacana-memindahkan-ibukota-negara/
Memindahkan Ibukota Negara
Oleh : Syafuan Rozi, Peneliti P2P LIPI Jakarta
- Jakarta sebaiknya cukup diposisikan sebagai pusat bisnis, ilmu pengetahuan, dan pariwisata, sedangkan pusat politik perlu dipindahkan ke luar Jakarta. Bisa secara periodik ke Tengah (Bali, NTB), Timur (NTT, Maluku Utara) & kembali ke Barat (Riau, Bukit Tinggi).
- Pemindahan pusat kegiatan, pernah dilakukan Rasulullah Muhammad SAW dengan hijrah dari Makkah ke Madinah.
- Australia pernah memindahkan ibukota negara dari Sydney ke Melbourne, kemudian Canberra.
- Jerman bersatu juga memindahkan ibukota negara ke Berlin.
- Di era Bung Karno, sudah ada gagasan untuk memindahkan ibukota ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
http://kebijakanpublik.multiply.com/journal/item/2
Ali Sadikin: Over Populasi Sudah Merusak Jakarta
Coba, bayangkan! Kita bicara soal data terlebih dahulu. Pada zaman pemerintahan Belanda, Kota Batavia atau Jakarta itu dirancang hanya untuk ditinggali 800.000 penduduk.
Saat saya masuk (memimpin menjadi Gubernur DKI Jakarta, dilantik Presiden Soekarno pada April 1966), jumlah penduduk sudah mencapai 3,5 juta jiwa. Waktu saya meninggalkan (tidak lagi menjadi gubernur, tahun 1977), penduduknya menjadi sekitar 5,5 juta jiwa.
Bandingkan dengan jumlah yang sekarang! Sekitar 10 juta penduduk! Bahkan, sering ada yang mengatakan, jumlah penduduk Jakarta 12 juta jiwa pada siang hari. Kemudian jumlah pada malam harinya sekitar 10 juta penduduk. Itu pun belum dihitung jumlah penduduk liar yang tersebar di Jakarta.
Ngerti, enggak? Dilihat dari persoalan data ini, akhirnya mendatangkan persoalan-persoalan sosial di Jakarta. Problem sosial perkotaan di Jakarta sekarang itu lebih sulit diatasi, dibandingkan pada waktu dulu. Saya mengatakan, over populasi sekarang telah merusak Jakarta.
http://64.203.71.11/kompas-cetak/0410/25/metro/1343410.htm
http://www.infobrasilia.com.br/bsb_h2i.htm#Outras%20cidades%20planejadas
Other planned cities
Besides Brasilia, many cities were planned and built specifically to be the capital of their countries.
Washington started to be built in the late eighteenth century; the city became the capital of the United States in 1800.
Canberra started to be built in 1913, and was declared capital of Australia in May 09, 1927. Canberra’s urban project was chosen among 137 entries in an international contest. Architect Walter Burley Griffin, author of the winning project, said Canberra should be “unlike any other city in the world”.
Islamabad is a little more recent than Brasilia. The city was appointed Pakistan’s future capital in 1959, and started to be built in the sixties. According to this official site, “The master plan of this most modern city was prepared in 1960 by M/s. Constantinos Doxiades, a Greek firm of Architects. Construction was started in October 1961. The city came into life on 26 October, 1966, when the first office building of Islamabad was occupied.”
It is important to note that these three cities were built relatively close to big cities that already existed. Canberra is 244 km from Sydney, and Washington is 327 km from New York. Islamabad is so close to Rawalpindi that they are considered twin cities. Brasilia, by the other side, is 931 km from Rio de Janeiro and 870 km from Sao Paulo. (these measures refer to air distances, not land distances)
Wah huebatt..
Penulis pasti punya wawasan luas.
Dan… kayaknya sering main game “Simulasi” seperti “Sim city” dll.
He.he.he.he.he… just joke…
Prinsipnya, tulisan anda tentang “Pemindahan Ibukota Negara Indonesia dari Jakarta” enak dibaca. Sederhana, lugas dan mudah dimengerti oleh siapapun, termasuk saya yang awam ini.
Setuju sekali dengan ulasan yang anda tulis. Mudah2an yang mengelola negara ini juga membaca tulisan anda dan menjadi masukan yang positif. Orang seperti saya ini pernah ngobrol di warung kopi tentang yang anda tulis dari sekitar awal tahun 90-an. Banyak respon positif dari kalangan tukang becak, ojek, loper koran, sopir mikrolet dan sejenisnya.
Sekali lagi, tulisan anda di internet bisa terbaca oleh pengelola negara ini dan mendapat respon yang positif. Amin.
pindah? kenapa tidak. Ibukota provinsi Kalsel sudah dipindah dari Banjarmasin yang sumpek ke Banjarbaru yang lebih tenang dan sejuk.
Jakarta sudah tidak layak lagi sebagai pusat pemerintahan. Kota tempat dibuatnya kebijakan harus sejuk, tenang dan damai, jadi pembuat kebijakan bisa jernih berpikir. Lha Jakarta? gimana pembuat kebijakan mau jernih kalau mau datang ke kantor stress karena macet, saat mau ambil kebijakan direcoki cukong-cukong.
Jadi, kalau indonesia mau maju, saya dukung perpindahan ibukota…
salam kenal pak….
Saya setuju dan terkesan dengan tulisan Anda.
Saya yakin ini bukan tulisan bagus terakhir yang akan Anda tulis sebagaimana Anda telah melakukannya di waktu2 lalu.
Good Luck.
Pak Nizami, saya sudah baca tulisan Anda… saya sangat terkesan… Ada usul sedikit terkait sumber dana untuk pembangunan Ibukota baru, kita bisa memanfaatkan dana hasil penjualan gedung-gedung pemerintahan di Jakarta, kalau ibukotanya pindah (dengan ibukota baru juga memiliki fasilitas gedung-gedung pemerintahan) saya pikir tidak salah bila gedung2 di Jakarta tersebut dijual saja. Untuk nilainya Pak Nizami saya rasa lebih ‘jago’ menghitungnya.
Betul pak Gonang. Biar bagaimana pun harga tanah di Jakarta umumnya lebih mahal dari di daerah. Bisa mencapai rp 8 juta lebih per meter persegi (tergantung wilayah). Jadi bisa saja perpindahan ibukota justru mendatangkan uang/keuntungan bagi pemerintah.
Dan umumnya meski bukan jadi pusat pemerintahan, ibukota yang lama akan tetap eksis sebagai pusat bisnis dan jumlah penduduknya tidak jauh berbeda. Sebagai contoh New York Metropolitan jumlah penduduknya sekitar 22 juta jiwa dan Rio de Janeiro Metropolitan 12,6 juta jiwa.
Bung Nizami, saya terkesan membaca tulisan Anda. Barangkali gagasan ini perlu disebarluaskan ke berbagai pihak, termasuk Presiden dan Parlemen.
Salam,
tatang
Bung Tatang, saat ini saya tidak punya akses ke Presiden dan Parlemen. Jadi tak bisa menyebar-luaskan ke mereka.
Meski demikian, jika diminta untuk memberi penjelasan lebih detail/lengkap, saya bersedia (meski tulisan di atas sebetulnya sudah cukup panjang dan bisa membosankan)
salute.. artikelnya menarik, secara garis besar perencanaanya cukup baik dan matang, semoga gagasan seperti ini ga terkubur lagi. terimakasih.
Gagasan yang bagus, pertanyaannya adalah: Relakah Orang Jawa Ibukota Negara di Pindahkan?, kalau tidak salah tahun 1960-an pernah gagasan ini dilontarkan ya…..
http://www.alumnifpusu.org
Mungkin sebagian besar orang Jawa kurang setuju.
Tapi bung Karno sendiri yang dulu mengusulkan perpindahan ibukota ke Kalimantan Tengah adalah orang Jawa.
Cepat atau lambat perpindahan itu akan terjadi.
Bayangkan, dengan luas hanya 134.000 km2 dan jumlah penduduk 135 juta jiwa, maka seandainya sawah dibagi rata tiap orang kebagian hanya 0,1 hektar saja. Dan ini akan terus memburuk mengingat orang2 dari luar Jawa seperti dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Timtim (Herkules cs), Ambon, Papua, dsb berdatangan ke Jawa. Ini seperti bom waktu atau menunggu balon pecah…
knp ga dpindah k Bandung aja? bknnya dl pemerintah kolonial Belanda pnh memindahkan pusat pemerintahan hindia Belanda dr Batavia(Jakarta) k Bandung.. mengingat jarak Jakarta-Bandung tidak tlalu jauh. apalagi Bandung suhunya relatif sejuk.
Kalau Bandung adalah kota tua. Jadi kalau mau mengaturnya harus menggusur-gusur bangunan (kantor, rumah, dsb) yang ada. Selain itu saat ini Bandung juga sudah mulai macet sehingga banyak jalan dibuat satu arah.
Jika Bandung dijadikan ibukota, dijamin penduduk Jabotabek yang jumlahnya sekitar 23 juta jiwa itu dengan mudah pindah ke Bandung. Jumlah penduduk Bandung sekitar 2 juta jiwa. Jika 5 juta penduduk Jabotabek pindah ke Bandung, niscaya Bandung akan lebih parah lagi keadaannya.
Dari sekarang tim pemindahan ibukota sudah harus dibentuk. Bisa terlebih dahulu NGO yang terdiri dari para pakar dan kaum ahli lingkungan serta tata kota. Pihak yang berwenang mesti selalu didorong ((dikirimi email))untuk memikirkan nasib orang Jakarta yang semakin lama semakian sesak itu. Ini untuk kebaikan bangsa. Jakarta masih bisa tetap sebagai ibukota ekonomi Indonesia
[...] pengetahuan tentang perlunya memindahkan ibukota dari Jakarta ke Kalimantan. Silakan buka: http://infoindonesia.wordpress.com/2008/02/18/memindahkan-ibukota-dari-jakarta/ Sebagian orang Jakarta memang berpikiran sempit, mereka taunya cuma Jakarta, dari lahir besar [...]
Dari sisi lingkungan, pindah ibu-kota analog dengan logika peladang pindahan jaman pra-sejarah. Kalau kini diterapkan tidak ada lagi lahan yang tak terbangun nantinya. Pemikiran keberlanjutan harus berprinsip pada memperbaiki yang ada bukan membuang yang lama dan membuat (membeli) yang baru. kenyataan bahwa Jakarta tidak nyaman justru seharusnya jadi motivasi untuk memperbaikinya, tentunya bersama-sama dimulai dari diri sendiri.
Dari sisi politik, kalau pemerintah nasional pindah ke kalimantan nyaman sekali mereka jauh dari jangkauan kampus-kampus yang kritis menyuarakan suara rakyat, jauh dari demo, hilang mekanisme kontrol. Negara maju tidak bisa ditiru begitu saja karena mereka punya perangkat pemerintahan yang lebih akuntabel.
Ongkos lingkungan dan sosial belum terhitung di atas. Sepintas kedengarannya tidak merugikan tapi juga jelas tidak ada kepentingan rakyat yang diperjuangkan. Yang tampak hanya kerakusan pemodal besar dan spekulator yang dibungkus secara ilmiah.
> Penulis : Cak
> Dari sisi lingkungan, pindah ibu-kota analog dengan logika
> peladang pindahan jaman pra-sejarah. Kalau kini diterapkan
> tidak ada lagi lahan yang tak terbangun nantinya. Pemikiran
> keberlanjutan harus berprinsip pada memperbaiki yang ada
> bukan membuang yang lama dan membuat (membeli) yang baru.
> kenyataan bahwa Jakarta tidak nyaman justru seharusnya jadi
> motivasi untuk memperbaikinya, tentunya bersama-sama dimulai
> dari diri sendiri.
Selama jumlah penduduk bertambah, maka konversi lahan jadi tempat tinggal/kantor akan terus berlangsung. Di Jabotabek hal ini terus terjadi.
Saya tinggal di Jakarta sejak tahun 1972 hingga sekarang. Dulu di sebelah timur jalan By Pass dari Cawang hingga Kelapa Gading itu persawahan. Sekarang jadi tempat tinggal dan perkantoran. Di sepanjang jalan Tol Jagorawi dan Cengkareng juga begitu. Dulu sawah/rawa. Sekarang jadi pemukiman/pabrik.
Kalau terus berlanjut, daerah serapan air / pohon di Jakarta dan sekelilingnya akan habis. Warga Jakarta akhirnya akan kekurangan air/keracunan karena udaranya penuh polusi.
> Dari sisi politik, kalau pemerintah nasional pindah ke
> kalimantan nyaman sekali mereka jauh dari jangkauan
> kampus-kampus yang kritis menyuarakan suara rakyat, jauh dari
> demo, hilang mekanisme kontrol. Negara maju tidak bisa ditiru
> begitu saja karena mereka punya perangkat pemerintahan yang
> lebih akuntabel.
Naif sekali jika kalau ada ibukota baru maka tidak akan ada universitas baru dan mahasiswa2 yang kritis…:) Bagaimana pun penduduk ibukota baru tersebut perlu pendidikan dari SD hingga universitas bagi anak2nya.
Indonesia pernah memindahkan ibukota ke Yogyakarta. Negara2 lain seperti Jepang, AS, Australia, Malaysia, Filipina juga memindahkan ibukotanya. Jadi jangan terlalu berprasangka politis.
> Ongkos lingkungan dan sosial belum terhitung di atas.
> Sepintas kedengarannya tidak merugikan tapi juga jelas tidak
> ada kepentingan rakyat yang diperjuangkan. Yang tampak hanya
> kerakusan pemodal besar dan spekulator yang dibungkus secara ilmiah.
Justru di Jakarta inilah spekulan tanah dan properti memonopoli tanah yang harganya sudah tidak terjangkau oleh rakyat kecil. Sebagai contoh di Jalan Sudirman dan Gatot Subroto saja masih banyak tanah kosong yang masih ditelantarkan spekulan. Jika ibukota dipindah, mereka akan rugi.
Saat ini harga tanah dan rumah di Jakarta sudah tidak terjangkau lagi oleh rakyat kecil. Sulit bagi kita untuk mendapat rumah yang nyaman (luas tanah 100 m2) yang harganya di bawah Rp 300 juta.
Oleh karena itu dengan pemindahan ibukota, justru rakyat kecil akan terbantu. Minimal dengan adanya kota Jakarta sebagai ibukota bisnis dan Kota Baru sebagai ibukota, harga tanah jadi tidak terlalu tinggi dengan adanya kompetisi.
[...] Kalimantan Ini ada tulisan yang mungkin bisa dijadikan bahan tambahan diskusi. Silakan buka: http://infoindonesia.wordpress.com/2008/02/18/memindahkan-ibukota-dari-jakarta/ Semoga [...]
[...] kita tidak mendengar dan melaksanakan saran gurunya. Oh ya teman2 sudah baca belum tulisan disini: http://infoindonesia.wordpress.com/2008/02/18/memindahkan-ibukota-dari-jakarta/ Cukup bagus untuk menambah wawasan. Dan juga foto-foto yang dikirim AZAHARI pada halaman 2, yang [...]
Kalau kita berfikir bagaimana seharusnya ibu kota suatu negara yang megah, bersih, indah dan nyaman, sehingga bagi siapa saja yang tinggal dan berkunjung mendapatkan suatu kesan yang mendalam. Bagaimanapun juga kesemrawutan maupun keselarasan penataan kota sangat berpengaruh terhadap penilaian setiap orang maupun dunia international. Kalimantan memberikan peluang untuk dapat mewujudkan suatu ibu kota yang nyaman, indah dan megah. Disinilah dapat dibangun suatu kota terpadu dengan segala fasilitasnya.
saya setuju dngn usul anda….
memang sudah saatny ibu kota dipindah….
sebelum saya membaca artikel ini saya selalu berpikir palangkaraya yng paling tepat krn letakny memang d tengah2 kalimantan namun setelah saya mmbaca, ternyata usul anda boleh juga….
selain itu kalimantan juga tidak memiliki patahan sehingga jauh dari gempa….
dan pengawasan terhadap perbatasan juga lebih mudah….
what a great idea! di koran pernah dibahas yang seperti ini. memang seharusnya ibukota dipindah dari Jakarta. malah harus dibuat juga ibukota legislatif dan yudikatif seperti yang dimiliki Afrika Selatan (ibukota legislatif: Cape Town dan ibukota yudikatif: Bloemfontein) di samping Pretoria sebagai ibukota administratif. Jakarta memang sudah over populated. Jadi intinya, paling tidak Indonesia memiliki 3 ibukota. dan ibukota-ibukota tersebut harus dibangun di luar Jawa. agar penyebaran penduduk di Indonesia merata
Setuju banget……….. Bung saya pilih dah jadi presiden, Sebab calon persiden sekarang cupu semua gak ada punya ide besar, dagangannya udah busuk gak laku.
Seperti di jerman, ibukota di berlin, kota bisnis di frankfurt, kota yudikatif di karlsruhe, kota mode di duesseldorf, pelabuhan di hamburg, kota industri di semua kota ada hehehehe.. jadi merata di setiap kota ada kerjaan, orang gak harus pergi ke frankfurt untuk dapet kerja.
Setuju jakarta dipindah.
(siap2 pindah ke kalimantan 2020)
Saya sebagai orang yg kebetulan lahir dari keturunan jawa sangat setuju ibukota di pindahkan dari jakarta katakanlan ke kalimantan seperti yg di paparkan penulis di atas. Kita satu bangsa Indonesia jadi yang harus kita pikirkan kepentingan bangsa dan bukan suku. Saya pernah tinggal di Kuala lumpur selama kurang lebih 1.5 tahun dan kagum sekali dengan pemikiran & ide petinggi pemerintah malaysia untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Putrajaya. Padahal populasi di KL belum begitu meledak seperti jakarta. Dan pada akhirnya saya mengunjungi Putrajaya tambah semakin takjum karena daerah yang tadinya tadus (terlihat dari area sekitarnya) di / tersulap menjadi pusat pemerintah yg secara infrastruktur sangat bagus, rapi dan terintregasi. Dan pada akhirnya daerah putrajaya jadi ikut berkembang dan tentunya sangat di rasakan masyarakat di sekitarnya. Belum lagi pendapatan negara dari wisatawan yg datang berkunjung krn selain jadi pusat pemerintahan juga di jadikan daerah wisata krn tempatnya yang bagus, bersih dan rapi tadi. Hayo semua anak bangsa jangan berpikiran sempit!!!
Harus pindah ke Cirebon tanahnya Sama dengan Jakarta dan Cirebon pendiri Kota Di Jakarta pada jaman penjajahan yang di pimpin Sunan Gunung Jati dan Fatahillah
Oke..setuju banget dengan penulis
sekarang memang terkesan tidak jelas jakarta disebut kota apa..
ibukota kah, pusat pemerintahan kah, pusat bisnis kah, pusat urbanisasi kah, atau pusat kah..kah yang lain. ibukota kita memang harus pindah, karena jakarta sudah tidak layak lagi dijadikan ibukota negara. pemerintahan kita harus berjalan lebih efektif dan efisien.
good idea bung..!!
gimana kalo saya buat karya tulis ??..
diizinkan tidak..
akan saya rangkum berbagai pemikiran tentang ide ini..
makasih…
saya kira jkarta tetpkan saja ibukota indonesia, jangn ikut-ikutan sma negara lain, biar negar2 lain suka pindah-pindah, apakah ada yang mau negara indonesia disma2kan dengan negara lain, apa sudah tidak ada lagi jaln keluar masalah kepadatan dijakrta,pemerintah harus memikirkn cita2 ank bangsa yng tlah menanmkan betap cinta ia terhadp indonesia beribukota jakrta…terimahkasih
yang perlu dipertanyakan, apakah ide membangun ibukota baru ini sudah benar? Pulau Kalimantan adalah pulau tempat hutan tropis terbesar di dunia di luar kawasan Amerika Selatan. apakah etis membuka lahan baru dan mendirikan sebuah kota di Kalimantan? padahal bukan tidak mungkin kota tersebut meluas dan menyebabkan perpindahan penduduk secara besar-besaran dan mengakibatkan nasib Pulau Kalimantan menjadi seperti apa yang dialami Pulau Jawa saat ini.
Kalimantan luasnya 540.000 km2 dengan jumlah penduduk hanya 12 juta jiwa. Itu underpopulasi. Luas ibukota baru hanya 500 km2 atau kurang dari 0,1%. Jadi kekhawatiran akan Pulau Kalimantan nasibnya seperti Pulau Jawa terlalu berlebihan.
Sementara sekitar 23 juta dari 200 juta penduduk Indonesia menempati area 1500 km2 di Jabodetabek. Atau 12% penduduk menempati kurang dari 1% wilayah Indonesia.
Ibaratnya Jakarta adalah mobil kecil untuk 2 penumpang yang dipaksa memuat 23 penumpang. Orang jadi berdesakkan. Sementara Kalimantan adalah Kereta Api yang mampu membuat 500 penumpang tapi hanya diisi 12 penumpang.
Yang patut dikhawatirkan di Kalimantan adalah Penebangan Hutan baik untuk HPH, kelapa sawit, pertambangan, dsb. Jadi adanya ibukota di situ justru bisa mengurangi penebangan hutan.
Jika ibukota tetap di Jakarta/Jawa, niscaya jumlah penduduk akan terus menumpuk di Jakarta/Jawa hingga akhirnya lebih dari separuh penduduk RI di Jawa akan keracunan asap mobil/pabrik, dsb karena jumlah kendaraan/pabrik terus bertambah sementara pohon/hutan penghasil oksigen terus berkurang.
Tanpa pemindahan ibukota dari Jakarta, situasi kemacetan, polusi udara, kepadatan penduduk, dsb akan terus bertambah buruk. Bukan tetap/membaik.
Untuk mas Fajar, pemindahan ibukota itu bukan sekadar ikut2an negara lain sebab Indonesia juga pernah memindahkan ibukotanya dari Jakarta ke Yogyakarta.
Kalau ibukota tetap di Jakarta, yakinlah bahwa penduduk seluruh Indonesia akan terus berbondong2 datang ke Jakarta/Jawa. Saat ini penduduk Jabodetabek sekitar 30 juta dan penduduk Jawa 135 juta. Padahal luas Jawa hanya 134 ribu km2. Bandingkan dengan Kalimantan yang luasnya 540.000 km2 dengan jumlah penduduk hanya 12 juta jiwa.
Jika kita ngotot ibukota tetap di Jakarta, kondisi Jakarta tidak akan tetap/membaik. Tapi akan terus memburuk. Segala kemacetan dan polusi udara pada akhirnya akan meracuni dan membunuh warga Jakarta.
Saya setuju kota Palangkaraya sebagai ibu kota negara, karena kotanya cantik dan indah tertata rapi, ama nyaman tertip
Daripada harus membuat jembatan selat sunda yg menguras uang 100 triliun, lebih baik membuat ibu kota baru. Pilihan yg tepat adalah bukan palangkaraya, tapi kalimantan selatan, karena punya pelabuhan dan dkt dngn jawa. Kapan ya presiden kita punya ide besar seperti soekarno?
Kasian Jakarta ditimpa bencana Terus ya, barusan kena gempa tgl 2 Sep 2009 jam -+14.00 WIB. Banjir melanda Gempa Tsunami Macet Polusi dll…
Gimana ya nasipnya kedepan nanti Jakarta…Bayang2 bisa tenggelam tunanti kota Jakartanya…
saya juga pernah menulis artikel yg cukup panjang tentang wacana pemindahan ibukota negara beserta alternatifnya. tulisan ini pernah dimuat di harian kaltim post selama 3 hari berturut-turut, tetapi sayang tidak ada alamat url-nya. namun jika ada yg ingin share, saya sangat senang sekali. tks
menurutku sih, pemindahan ibukota Jakarta itu tidak atau belum perlu, yang perlu adalah memperluas wilayah Ibukota sehingga meliputi Botabek dan sepertinya hanya pusat pemerintahannya saja yang perlu dipindahkan seperti istana merdeka yang sudah terhimpit gedung gedung bertingkat dan lokasi kementriannya berpencar-pencar, terkesan wibawa dan kekompakannya kurang, kalah mentereng dengan gedung-gedung perusahaan multinasional.
tapi mungkin kalau 100 tahun lagi mungkin yah….karena Jabotabek sudah terlalu padat dan sumpek. Paling bagus sih dipindah kan ke daerah Sulawesi yang sudah cukup pesat pembangunannya dan infrastrukturnya. dan juga lebih dekat ke wilayah timur dan tepat berada di tengah-tengah Indonesia.
[...] di Perampokan dan Perkosaan di… nizaminz di Tata Nano Jual Mobil Seharga R… didik di Pemindahan Ibukota Negara Indo… apriyanti di Tata Nano Jual Mobil Seharga R… Rumah Dijual di Pejabat Boros dan [...]
Memang kita sangat butuh seorang pemimpin yang miliki visi yang jenius untuk Indonesia yang lebih sejahtera dan makmur(kuat ekonominya,kuat SDMnya).Pemindahan ibukota negara benar-benar membutuhkan pemikiran revolusioner denga tujuan hanya karena rahmat Allah Tuhan YME.
Saat ini saja Jakarta sudah jadi kota ketiga dengan udara terkotor di dunia.
Pencemaran laut teluk Jakarta juga tambah parah. Artinya ikan yang didapat di teluk Jakarta berbahaya bagi kita. Kita bisa kena penyakit seperti penduduk Minamata, Jepang.
Kali2 di Jakarta pun sudah hancur. Tidak ada lagi ikan yang dapat dimakan yang bisa hidup di situ (misalnya ikan emas, sepat, dsb).
Jika tidak bertindak dari sekarang, bisa jadi kita pada penyakitan atau mati karena menghisap gas kimia dari asap kendaraan dan pabrik2 dari Kamar Gas terbesar di dunia ini.
Mengenai biaya, estimasi biaya awal adalah Rp 15 trilyun yang hanya 1,5% dari APBN kita. Tapi dengan pembebasan tanah negara eks HPH yang seharga rp 10 ribu/m2 seluas 500 km2 (500 juta m2) dengan nilai rp 5 trilyun, pemerintah bisa menjual 100 km2 seharga rp 1 juta/m2 atau mendapat rp 100 trilyun!
Jadi pembuatan kota baru justru menguntungkan pemerintah dan membuka lapangan kerja baru bagi sekitar 500 ribu pekerja infrastruktur kota.
Ini belum dari keuntungan penjualan gedung pemerintah pusat yang tidak terpakai dan tidak penting yang per meternya bisa rp 10 juta lebih.
Nabi Muhammad beserta sahabat berani hijrah dari Mekkah ke Madinah dan berjaya. Falatehan berani mendirikan kota Jayakarta di Jakarta yang dulu cuma hutan dengan sedikit kampung nelayan di wilayah Sunda Kelapa. Sekarang lihat bagaimana kota Jakarta jadinya.
Cuma apakah kita semua (terutama para pemimpin) punya visi dan keberanian untuk itu?
sebaiknya dipindahkan ke cirebon, karena letaknya paling strategis di indonesia ( bertemunya 3 titik jalur kota – kota besar) , karena menghubungkan kota – kota besar di indonesia seperti jakarta, bandung, dan semarang. fasilitas lengkap yakni tol palimanan kanci yang merupakan tol tersibuk pada saat lebaran, tol cirebon jakarta ( tol cikampek palimanan), tol cirebon bandung ( tol cisumdawu), tol cirebon semarang ( tol kanci pejagan diteruskan ke semarang [trans jawa]). untuk transportasi, bakal ada bandara terbesar kedua di indonesia yakni bandara internasional kertajati di kabupaten majalengka sekitar 30 km dari kota cirebon atau 70 km dari kota bandung, stasiun besar kejaksan cirebon yang merupakan stasiun tersibuk di indonesia diluar simpul barat jakarta – simpul timur surabaya, terdapat jalur ke arah jogjakarta dengan double track cirebon – kroya – jogja dan cirebon semarang, bakal dibangun jalur rel baru cirebon – kertajati – bandung. dan pelabuhan INTERNASIONAL cirebon, silahkan cek di mbah google dan wikipedia mengenai kota cirebon. bener gak….
bls yaaaa……
@Suryandaru: maaf telat. Silahkan.
@Teppy: Saya kurang setuju dgn alasan:
- Jawa sudah terlalu padat (130 juta penduduknya). Hutan pun sudah nyaris tidak ada. Harimau Jawa sudah punah…
- Cirebon itu kota lama. Untuk memperbaiki misalnya melebarkan jalan hingga bisa muat 12 jalur seperti di MHT atau Sudirman perlu biaya besar untuk penggusuran gedung dan rumah (bisa rp 10 juta lebih/m2).
Jadi harus dicari pulau lain yang jumlah penduduk masih sedikit dan tanahnya masih murah (rp 20 ribu/m2 atau kurang). Ini agar kita mudah menata kota.
hmmm deket pangkalan bun ternyata.
wah keren infonya. makasi
Saya setuju bila Ibukota dipindahkan. Hanya saja memang tidak mudah memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan masa depan lingkungan yaitu hutan Kalimantan yang mana dunia sangat mengandalkannya. Memang Kalimantan Tengah sepintas terlihat strategis dijadikan Ibukota. Namun yang saya sangat khawatirkan adalah penggundulan Hutan menjadi lebih parah. Mengingat belajar dari dari pengalaman sejarah dan nasib Jakarta dan sekitarnya (pulau Jawa). Lihatlah sekarang, sudah mulai terasa sulitnya mencari air bersih dan menghirup udara segar sungguh sulit akibat banyaknya asap kendaraan 24 jam serta kurangnya kesadaran pemerintah menggalakkan go green juga mendidik rakyatnya saling peduli (terlihat sekali bukan dari korupsinya). Bahkan saya sempat mendengar dari tante saya yang berkenalan dengan orang asing yang seorang geologi mengatakan pulau Jawa suatu saat akan tenggelam akibat dari banyaknya populasi manusia ditambah banyaknya lubang sumur air digali. Bisa jadi bila itu jadi kenyataan, mungkin akan ada situasi darurat yang mau tidak mau pusat pemerintah akan dipindahkan.
Saya berpikir, jangan saja ibukota atau pusat pemerintah yang dipindahkan, namun buat juga pusat pariwisata, pusat seni, pusat pendidikan, pusat teknologi, pusat pabrik serta pusat lainnya di pindahkan ke lokasi lain yang disebarkan dari ujung Timur sampai Barat. Agar pembagian rejeki merata secara nusa bangsa. Jadi mengurangi kedatangan pendatang dari luar. Bukankah penduduk dari luar Jawa terpaksa datang ke Jawa karena alasan pendidikan dan pekerjaan? Jika di masing-masing wilayah disediakan fasilitas2 tersebut dan kualitasnya bagus serta diperbantukan masyarakatnya untuk berwiraswasta bisnis, saya yakin pemerataan ekonomi akan terasa.
Jika ingin memindahkan pusat pemerintahan, jangan lupa yang dipindahkan juga haruslah atau paling tidak adalah orang2 yang bersih, tidak haus kekuasaan wilayah, jangan asal perluas pekarangan rumah atau gedung dengan asal menggunduli hutan serta jangan SARA!. Ini benar2 sensitif sekali (apakah ada yang ingat kasus orang Madura di Kalimantan?)
Ide yang sangat bagus, utamanya jauh dari sumber bencana alam…
Sangat menarik idenya Pak! Dan kita memang butuh kota yang benar2 tertata, rumah penduduk, tempat industri, pusat pemerintahan sudah semestinya terpisah.
Tapi kalau dipindah ke kalimantan jadi dekat ke Malaysia. Itu apa tidak apa-apa pak? Lalu untuk urusan banjir, apa kalimantan aman juga Pak?
sebaiknya ibukota memang segera di pindah dan yang terbaik lokasinya adalah kalimantan
Saya sangat setuju akan wacana pemindahan ibu kota dari jakarta ke luar jawa. Apabila ibu kota dipindahkan masih di dalam pulau jawa ex. cirebon, itu sebenarnya tidak menyelesaikan masalah yang terjadi selama ini akan tetapi hanya menunda masalah katakanlah untuk 20tahun saja. Setelah itu kita kan menghadapi masalah yang sama dengan Jakarta saat ini. Masalah Ibu kota tidak hanya berbicara mengenai jakarta itu sendiri tapi berbicara mengenai seluruh cakupan pulau jawa. Pulau jawa sudah over populated. Apabila hanya memindahkan ibu kota ke kota lain di jawa, saya bisa pastikan arus urbanisasi akan tetap seperti saat ini. Tidak akan banyak perubahan.
Sementara apabila dipindahkan ke luar jawa (saya sangat setuju kalimantan), magnitude yang selama ini muncul dijawa sebagiannya (walaupun pada saat2 awal pembentukan masih kecil) akan terserap ke sana. Pemindahan ibu kota ke kalimantan pun akan membantu pemerataan pembangunan kawasan indonesia tengan dan timur. dari segi geografis pun kalimantan adalah pulau teraman baik dari segi gempa atau gunung berapi.
Kalimantan dengan luas wilayahnya kan sanggup untuk mengsupport pertumbuhan penduduk apabila ibu kota dipindahkan ke sana. Tidak usaha kuatir akan over populated karena tetap pusat bisnis masih terletak di jawa. Intinya adalah desentralisasi pusat2 pertumbuhan sehingga pembangunan merata dan kualitas hidup manusia pun dapat meningkat dengan baik.
Saya sebagai orang Jawa sungguh sangat rela dan setuju apabila ibukota dipindahkan dari Jakarta…. ini idenya sangat mantab dan brilian !! Jakarta udah penuhhhhh… mo dibikin gimana lagi tuh Jakarta??? udah mentok dan over-populated !!
rencana lama yang akhirnya cuma jadi gosip dikarenakan pemimpinnya tidak ada yang mempunyai keberanian dan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup dan kehidupan itu sendiri…..
ditambah wawasan pemimpin yang tak lebih hebat dari informasi koran ataupun televisi…..
negeri ini begitu luas…begitu kaya…
HAMPIR TAK ADA YANG TIDAK MUNGKIN DI NEGERI INI….!
lakukan sesuatu untuk sebuah perbaikan dan keberlangsungan negeri ini…..
pindah ibukota BUKAN MASALAH BEAR,,,,,tapi menetap di ibukota yang tak terencana dan tak terkendali itulah MASALAH TERBESAR……
HIJRAH…….!!!!
[...] selengkapnya di: http://infoindonesia.wordpress.com/2…/#comment-1519 [...]
Wah… artikelnya bagus banget… gw baca semua isi artikel dari awal sampe selese, padahal gw paling males baca artikel2 panjang..
artikelnya menarik, lugas, dan isi nya bagus, mengangkat masalah, sekaligus menawarkan solusinya (ex: masalah dana)..
mudah mudahan artikel ente membuka pikiran pejabat-pejabat kita..
saya setuju karena bisa menjaga daerah ambalat yang bermasalah itu!
ide besar yang perhitungannya dangkal, kalo kalimantan di jadiin ibukota, otomatis bakal ada perluasan lahan bwt kebutuhan trsebut,,otomatis,,,bakal ada penggundulan hutan yang semakin parah dan terang2an krn akan mengatasnamakan pemerintah, hutan makin menyempit wilayahnya, global warming akan semakin parah efeknya bagi kehidupan manusia,…
kalian berpikir akan menghindari ibukota dari bencana gempa, tsunami, dll dll, kalian ga taw apa akibatnya kalo paru-paru dunia rusak akibat pemikiran dangkal itu… THINK AGAIN!
[...] selengkapnya di: http://infoindonesia.wordpress.com/2…/#comment-1519 [...]
SETUJU ASAL PEKANBARU RIAU
Karena riau telah banyak menyumbang untuk negara ini….
selain itu riau adalah bangsa melayu…..
TAPI JANGAN JADIKAN INI GOSSIP BELAKA SEBENARNYA PEMIKIRAN INI TELAH LAMA DIPERBICANGKAN , SEKARANG ADALAH MOMENTUM YANG TEPAT UNTUK MENGANGKAT TOPIK , DENGAN JAKARTA YANG SEDANG DILANDA BANJIR SAYA HARAP MENJADI PERBINCANGAN DI MASYARAKAT MAUPUN DI ISTANA
tulisannya bagus skali mas.disitu semua lengkap tersaji,usulan yg disertai oleh alasan yang jelas tegas dan ringkas.
saya copy ke forum boleh mas?
sayang kalo ga dibaca semua orang..
tentu saja saya mencantumkan alamat saya mengcopy tulisan ini.
terimakasih
saya sangat setuju banget mas…kalo ibu kota negara dipindah..karena jakarta udah kelbihan beban..lihat saja..baru 2-3 jam hujan sudah banjir dimana mana…itu sangat merugikan aktivitas masyarakatnya…sudah saatnya beban jakarta dikurangi..paling tidak akan mengurangi tingkat kepadatan penduduknya…
salam kenal mas…artikel yang sangat bagus…
saya setuju dengan ide pemindahan ibukota spt yg telah dituliskan penulis.
Tapi tentunya proses pemindahan tersebut diikuti dengan korupsi. Biaya yg dikeluarkan sebagian diserap bbrp n byk pihak demi kepentingan pribadi.
Mgkn ini ga seberapa dibanding tujuan awal pemindahan tersebut, tapi perlu dipikirkan bagaimana meminimalkannya.
Saya org awan mgkn krg tau ttg hal tsb, mnrt saya meskipun sulit unt diberantas, tentunya bisa diminimalkan asalkan ada pihak2 yg ikut peduli yg tdk mementingkan kepentingan pribadi saja.
@Joesua: Tanpa pemindahan ibukota ke Kalimantan pun saat ini penggundulan hutan di Indonesia terus terjadi. Hutan diambil kayunya atau dijadikan perkebunan kelapa sawit.
Laju kerusakan hutan Indonesia mencapai 1,1 juta hektar per tahun. Menurut Menhut: Di Kalimantan Selatan, jumlahnya mencapai ratusan ribu hektar, sedangkan di Kalimantan Tengah mencapai jutaan hektare.
http://sains.kompas.com/read/xml/2009/11/27/18190192/edan.11.juta.hektar.laju.kerusakan.hutan.indonesia
Dalam waktu kurang dari 10, hutan di Pulau Kalimantan akan hilang. Hal ini terjadi bila penebangan hutan liar terus berlangsung (WWF)
http://www.geografiana.com/index.php?option=com_content&task=view&id=237&Itemid=74
Artinya sekitar 200 ribu km2 hutan di Kalimantan sudah hilang.
Nah ibukota baru ini hanya mengambil 500 km2 dari bekas hutan yang hilang. Kemudian dengan adanya ibukota di kalimantan, maka para pejabat pusat jadi lebih terbuka matanya dan menghentikan penggundulan/pembakaran hutan secepatnya.
Pemindahan ibukota AS ke Washington yang jumlah penduduknya hanya 500 ribu jiwa dan juga Australia ke Canberra membuktikan bahwa pemindahan ibukota tidak berarti ibukota baru ini akan lebih banyak penduduknya dari kota Jakarta karena yang terutama pindah adalah para pejabat pemerintah pusat.
Jika ibukota tidak dipindah ke Kalimantan, bisa jadi dalam 10 tahun hutan di Kalimantan akan lenyap seperti di Jawa.
Dengan dipindahkannya ibukota ke Kalimantan, bisa jadi arus urbanisasi ke Jawa akan berkurang dan hutan di Jawa bisa dihidupkan kembali.
Jika Jakarta tetap jadi ibukota dan jumlah penduduk, kendaraan, dan polusi asap kendaraan dan pabrik bertambah, niscaya paru-paru kita yang akan rusak karena saat ini saja Jakarta sudah jadi kota dengan udara terkotor ketiga di dunia.
@Deskon: silahkan disebarluaskan. Semoga bermanfaat.
sebenarnya kalau di luar pulau jawa, untuk kalimantan, justru malah akan menambah penggundulan hutan karena harus ditebang akibat dampak pemindahan ibukota itu sendiri, ntar lama – lama justru malah habis tidak bersisa.
Untuk di Sumatra, justru malah akan menambah berbagai macam polemik, karena letaknya yang sangat jauh yakni di bagian barat Indonesia, bagaimana dengan perasaan orang – orang sulawesi, ambon, dan irian jaya yang hendak ke ibukota baru di sumatra, tambah jauh dan memakan lebih banyak waktu, dan pembangunan justru malah lebih ke barat, alias indonesia bagian timur tidak kebagian porsi pembangunan.
Untuk di Sulawesi, posisi daratan sulawesi yang berupa cekungan sempit membuat tidak potensial untuk dikembangkan jadi ibukota baru.
Untuk di Irian jaya, akses yang masih sangat minim justru akan memperbanyak masalah.
Nah, yang paling tepat itu masih disekitar pulau jawa… Terdapat 3 buah kota pilihan yakni Cirebon karena posisinya sangat strategis dengan proyek – proyek infrastrukturnya yang menunjang terdiri dari bandara internasional di majalengka, tol cirebon jakarta, cirebon bandung, cirebon semarang, dan pelabuhan internasional cirebon yang berkembang saat ini. Pilihan kota kedua yakni kota Solo, solo terletak di tengah pulau jawa, tempat bertemunya 2 kota besar yakni semarang dan jogjakarta, solo jg telah memiliki bandara internasional adisumarmo. pilihan ketiga adalah kota kuningan, jawa barat. kotanya kecil dengan akses mudah. sangat pas sekali dijadikan ibukota baru bagi indonesia. Roda perekonomian tetap dijalankan di jakarta, namun roda pemerintahan di kuningan, jawa barat. letaknya tidak jauh dari jakarta, hanya 290 kilometer, sangat ideal, ditunjang dengan akan hadirnya bandara internasional kertajati dan pelabuhan cirebon, berhubungan langsung dengan jawa tengah, setuju, hidup adalah sebuah pilihan, dan pilihanku adalah kota kuningan, setuju…………..
blz……..
@Teppy: pendapat anda kurang tepat. Jawabannya sebetulnya sudah ada untuk Joesua.
Saat ini penggundulan hutan di Indonesia meski ibukota tidak dipindah ke Kalimantan terus terjadi. Yaitu 1,1 juta hektar/tahun atau 11.000 km2/tahun di mana sebagian dari hutan Kalimantan.
Sementara hutan di Jawa akan benar2 habis jika ibukota tetap di Jawa, bahkan sawah pun bisa habis hingga rakyat Indonesia bisa kelaparan karena Jawa merupakan lumbung padi Indonesia.
Nah ibukota baru ini hanya memakan lahan 500 km2 saja. Jauh di bawah penggundulan hutan yang 11.000 km2/tahun. Justru dengan dekatnya ibukota dengan hutan, maka pemerintah pusat bisa mengawasi dan menindak tegas pelaku penggundulan dan pembakaran hutan.
Jika anda berpikir ibukota baru di Kalimantan akan membengkak hingga 10 juta lebih penduduknya, itu keliru. Ibukota AS jumlah penduduknya hanya 500 ribu jiwa sementara ibukota Australia hanya 350 ribu jiwa. Pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan bahwa industri berat seperti pabrik2 tidak boleh beroperasi di ibukota baru.
FYI, ibukota Jakarta yang jumlah penduduknya 10 juta jiwa, luasnya hanya 670 km2 saja. Padahal luas Kalimantan 540.000 km2. Jadi ketakutan hutan Kalimantan akan gundul jika ibukota ada di sana tidak beralasan. Sebaliknya justru akan mengembalikan hutan di pulau Jawa yang nyaris punah.
saya terpukau……
1. karena idenya didukung dengan alasan yang sangat bagus.
2. tulisan ini sudah bertahan 2 tahun, komen pertama dari bulan februari 2008 sampai komen sebelum saya hari ini.
jadi teringat film “V for viendetta”, bukan manusia yang menggerakkan peradaban, tapi IDE.
ide dasar pemindahan ibukota kan untuk memecah konsentrasi penduduk di jakarta ( betul ga?), tapi sayangnya ide dasar ini sendiri belum terjawab di tulisan diatas.
maksudnya, seberapa besar efek perpindahan (dalam kuantitas/taksiran angka real) itu terhadap
1. pengurangan terhadap populasi di jabodetabek;
2. penambahan populasi di ibukota baru.
tolong dihitung dong, biar tambah maknyus
*komentator mode ON*
@Pegawai Negeri: Maaf saya tidak akan membuat taksiran pasti berupa angka karena saya (maaf) tidak ingin sok tahu.
Pertambahan populasi penduduk untuk keduanya itu bergantung juga pada pertambahan populasi seluruh rakyat Indonesia. Sebab dari berbagai daerah itulah nanti bisa terjadi perpindahan penduduk.
1. Pemindahan ibukota baru ke Kalimantan akan menyebabkan status kota Jakarta tidak berbeda dengan kota2 besar lain seperti Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dsb.
Paling tidak laju pertambahan populasi Jabodetabek bisa berkurang hingga 70%. Dan arus urbanisasi merata ke berbagai kota besar lainnya.
Pengalaman menunjukkan mantan ibukota seperti New York ternyata tetap padat, yaitu sekitar 8 juta jiwa, melebihi ibukota Washington DC yang hanya sekitar 500 ribu jiwa. Ini karena New York tetap jadi “ibukota” bisnis.
2. Ada pun penambahan populasi di ibukota baru, dari pengalaman AS, Australia, atau pun Brasil, jumlahnya berkisar antara 350 ribu hingga 2,5 juta jiwa. Belum tentu semua dari pembaca tulisan ini akan mau pindah ke Kalimantan meski ibukota dipindah ke sana selama tempat kerja mereka tidak pindah. Yang pindah paling-paling adalah PNS dan para pejabat pemerintah pusat.
Islamabad, ibukota Pakistan jumlah penduduknya kurang dari 700 ribu jiwa dan merupakan kota terhijau, terbersih dan terancang dengan baik:
http://en.wikipedia.org/wiki/Islamabad
Islamabad is one of the greenest and most well-planned cities of South Asia. According to a survey, Islamabad is considered the cleanest city in Pakistan
===
Semoga ibukota Indonesia yang baru bisa jadi seperti itu.
masalah letak kota merdeka apa sudah tepat ya?karena saya lihat agak jauh dari laut sedangkan untuk membuat ibukota yang baru minimal dekat dengan laut supaya bisa menyuplai barang2 seperti bahan bangunan dsb!mungkin pertanyaan saya ini bisa dijawab bung
@Faisal: Ibukota memang sebaiknya jangan pas di tepi pantai agar tidak mudah diinvasi oleh negara lain yang kekuatan lautnya sangat kuat. Itulah alasan Brazil memindahkan ibukotanya Brasilia ke pedalaman (900 km dari pantai).
London sendiri letaknya bukan di tepi laut. Tapi masuk ke sungai Thames sejauh 40 km. Washington DC jauhnya sekitar 150 km dari pantai. Ibukota Kanada, Ottawa sekitar 450 km dari pantai.
Toh pembangunan ibukota bisa berjalan baik karena transportasi bisa lewat darat dan juga udara.
Ada pun kota Merdeka ini meski 40 km dari pantai, namun dilalui sungai yang lebarnya 1-2 km sehingga bisa dilalui oleh kapal-kapal besar seperti di London. Jadi tidak masalah.
Wah belum ada kepastian tentang berita ini ya?apapun teorinya tapi harus terlaksana!Hehehe
Tulisan Anda dalam artikel ini sangat bagus dan menarik.
Saya merasa Anda adalah orang yang sangat sabar dan berwawasan luas, dalam menjawab serta menjelaskan secara rinci / detil inti pokok permasalahannya.
Saya mendukung 100% opini Anda. Saya yakin bukan hanya Anda saja yang mewacanakan pemindahan ibukota yang baru, tetapi juga masyarakat luas. Sebagaimana diketahui Jakarta sebagai Ibukota Negara dinilai sudah tidak layak ( overcrowded), tata ruang buruk, banjir dan kemacetan sudah menghiasi kegiatan sehari-hari. Dan pulau Jawa kedepannya akan seperti ini juga jika dibiarkan.
Solusi dengan pemindahan Ibukota dari Jakarta ke daerah di Kalimantan sangat masuk akal. Selain dapat meratakan pembangunan juga dapat mengawasi pulau-pulau disekitarnya, dan diharapkan dapat memecah sentralisasi yang masih kental. Meski sekarang sudah diberlakukan desentralisasi, tetapi pusat-pusat pemerintahan, pendidikan, bisnis, industri dll masih banyak di Jakarta dan sekitarnya.
Sedangkan kalau kota-kota di Kalimantan (Pontianak, Palangkaraya, Samarinda, Balikpapan, Banjarmasin) dijadikan ibukota negara juga dirasakan tidak efektif dan efisien, karena akan menambah persoalan dari jumlah penduduk, tata ruang dan kemacetan lagi. Karena jumlah penduduk di Kota tersebut juga sudah lumayan banyak, dan tata ruang sudah sangat terbatas. Jadi diharapkan Kota Merdeka dengan perencanaan yang matang serta pelaksanaan yang tepat, paling tidak dapat mengatasi sejumlah masalah diatas sebagai kapasitas ibukota Negara.
Semoga wacana Anda dapat dibaca oleh seluruh masyarakat yang mendukung dan terwujud dalam 5-10 tahun kedepan atau paling lambat 10-20 tahun lagi.
-=Amin=-
Belum perlu pemindahan ibukota dalam suasana keuangan negara yang seperti saat ini.
@Erinos: Mudah2an bukan kebetulan jika keraguan anda terjadi sebelum tahun baru Hijiriyah dan jawaban saya setelah itu.
Tahun baru Islam disebut Hijriyah karena peristiwa “HIJRAH” (pindah) adalah satu peristiwa bersejarah dalam Islam yang menyebabkan Islam jadi bangkit dan berkembang sehingga bisa menyaingi 2 negara adikuasa saat itu yaitu Romawi dan Persia.
Umumnya orang yang hijrah/perantau lebih maju ketimbang penduduk asli yang berdiam di tempat saja. AS, Australia, Kanada adalah satu bukti bagaimana kaum Eropa yang hijrah/merantau akhirnya sukses sementara penduduk asli yang berdiam di tempat bisa tersisih.
Oleh karena itu agar Indonesia maju, kita harus berani hijrah.
Jumlah Rp 20 trilyun-rp 30 trilyun/tahun untuk pembangunan ibukota baru itu kurang dari 3% APBN Indonesia dan bisa memberi lapangan kerja bagi setengah juta rakyat Indonesia. Dalam 2-3 tahun saja uang itu akan kembali dan justru memberi keuntungan bagi pemerintah pusat lewat penjualan tanah kavling di ibukota baru yang bisa mencapai Rp 100 trilyun untuk 100 juta m2 tanah (100 km2) dan juga penjualan gedung dan tanah pemerintah pusat di Jakarta yang sudah tidak terpakai lagi.
Pemerintah Indonesia telah berhasil membuat kota baru seperti Palangka Raya (Kalteng) dan Banjar Baru (Kalsel). Tidak terjadi bangkrut karenanya. Justru kota tersebut selain bagus juga jadi menguntungkan. Swasta juga sudah membuat berbagai kota swasta seperti BSD, Lippo City, Bintaro Jaya, dsb. Mereka tidak bangkrut. Tapi justru untung karena itu.
saya setuju 100% dengan pemindahan ibukota negara ke kalimantan tengah palangka raya, sebab kotanya memang luas baget,sangat cantik ,bersih, indah, udaranya segar, ga polusi sprti jakarta dan juga jauh dari bencana alam.
semoga ide brilian ide bisa ditanggapi pemerintah ya pak. saya harap terlaksana juga sebelum “bom” itu meledak